Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak dunia masih terus melambung tinggi. Pada Rabu (9/3/2022), jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) mengalami peningkatan 1,37 persen hingga menyentuh angka US$ 125,39/barel, menjadi yang termahal juga sejak Juli 2008.
Sementara itu, harga minyak jenis Brent berada di US$ 127,98/barel. Melonjak 3,8 persen dari hari sebelumnya sekaligus menjadi yang tertinggi sejak Juli 2008.
Konflik antara negeri beruang merah Rusia dengan Ukraina masih menjadi faktor penyebab meningkatnya harga minyak. Sanksi demi sanksi terus dijatuhkan dunia internasional kepada Rusia.
Baru-baru ini, Amerika Serikat (AS) dan sekutunya akan melarang pembelian minyak dari Rusia. Siapapun yang diketahui membeli minyak dari Rusia, akan mendapat ancaman hukuman dari AS.
"Kami melarang impor seluruh minyak dan gas Rusia. Artinya, minyak Rusia tidak lagi diterima di pelabuhan AS dan kami akan menghantam mesin perang Putin (Vladimir Putin, Presiden Rusia," tegas Joe Biden, dilansir dari CNN International, Rabu (09/03/2022).
Sementara itu, Inggris mengambil langkah yang lebih bertahap. Inggris berencana untuk menghapus impor minyak Rusia pada awal 2022. Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson menegaskan Inggris tidak akan bergantung lagi kepada minyak Rusia.
"Hantaman selanjutnya bagi rezim Putin atas serangan ilegal mereka ke Ukraina, Inggris tidak akan lagi bergantung kepada minyak dari Rusia tahun ini. Bekerja sama dengan pelaku usaha, kami yakin bisa melakukan ini karena masih ada waktu bagi pebisnis untuk melakukan penyesuaian diri dan konsumen pun terlindungi," tegas Boris Johnson.
Reli harga minyak dimulai sejak Rusia menyerang Ukarian sehingga membuat sejumlah lembaga keuangan memacu prediksinya terhadap kenaikan harga minyak mentah. JP Morgan & Co memproyeksi harga minyak bisa melesat US$185 hingga akhir tahun ini.
Sementara itu, Goldman Sachs Group Inc. meyakini harga minyak Brent bakal bertengger di level US$135 tahun ini, naik dari US$98.
“Sejumlah prediksi harga minyak yang kita lihat hari ini menunjukkan bahwa ada kekacauan harga di pasar,” kata Chief Executive Officer ConocoPhillips Ryan Lance, dikutip dari Bloomberg, Rabu (9/3/2022).