Bisnis.com, NUSA DUA — Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengidentifikasi tiga faktor penyebab terjadinya ketimpangan akses terhadap vaksin Covid-19 secara global di tiga fase pandemi. Indonesia pun ternyata masih menghadapi sejumlah tantangan terkait masalah tersebut.
Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Tata Kelola Pemerintahan Ronaldus Mujur menjelaskan bahwa ketimpangan akses terhadap vaksin masih menjadi kendala besar dalam penanganan pandemi Covid-19 secara global. Negara-negara maju cenderung mendominasi kepemilikan vaksin saat negara berkembang kesulitan mendapatkannya.
Misalnya, Ronald menjelaskan bahwa tingkat vaksinasi dosis pertama di kawasan Afrika masih rendah, sementara kawasan Eropa sudah sibuk mendorong booster atau vaksinasi dosis ketiga. Kondisi serupa pun terjadi di negara-negara berkembang dan miskin lainnya.
Dia menilai bahwa terdapat tiga penyebab terjadinya ketimpangan vaksin Covid-19 secara global. Pertama, di fase awal pandemi, masalah teknologi menjadi penentu seberapa kuat akses suatu negara terhadap vaksin.
Rionald menjabarkan bahwa di tahap awal ini, negara-negara maju memiliki teknologi untuk melakukan penelitian vaksin Covid-19. Mereka pun memiliki infrastruktur untuk mempercepat dan meningkatkan produksi, ketika suatu vaksin terbukti efektif.
Hal tersebut berkaitan dengan faktor kedua, yang juga berpengaruh hingga memasuki fase pertengahan pandemi Covid-19, yakni pendanaan. Negara maju yang memiliki kapital kuat mampu mendorong kapasitas produksi vaksin untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Melalui kemampuan pembiayaan, mereka [negara maju] bisa membeli atau mendanai siapapun produsen vaksin yang berhasil memenuhi proses uji klinis. Risiko jika vaksinnya tidak bekerja [setelah terjadi pendanaan], itu sulit dihadapi oleh negara miskin dan berkembang,” ujar Ronald pada Selasa (8/3/2022).
Ketiga, sistem kesehatan yang menjadi kunci pelaksanaan vaksinasi di suatu negara. Menurut Ronald, faktor terakhir ini cukup kompleks karena berkaitan dengan upaya pencegahan dan pengobatan Covid-19, termasuk vaksinasi.
Sebuah negara bisa saja memperoleh vaksin Covid-19 dalam jumlah yang cukup tetapi sistem kesehatannya tidak menunjang pelaksanaan vaksinasi. Misalnya, jumlah dan sebaran tenaga kesehatan yang kurang ideal serta terbatasnya infrastruktur mesin pendingin untuk penyimpanan vaksin dapat memengaruhi tingkat vaksinasi suatu negara.
“Indonesia mendapatkan banyak dukungan vaksin dari negara maju. Kenapa mereka tidak menyuplainya ke negara-negara low income? Masalahnya juga bukan hanya suplai, tetapi kemampuan mengeksekusi vaksinasi,” ujarnya.
Rionald menjelaskan bahwa negara-negara berkembang dan miskin kerap tidak memiliki fasilitas kesehatan primer yang mumpuni untuk melakukan vaksinasi. Hal tersebut semakin terlihat di tahap ketiga, yakni saat ini ketika sejumlah negara mulai menggaungkan transisi menuju endemi.
“Sekarang tantangannya di demand dan infrastruktur untuk memenuhi demand [vaksinasi] tersebut,” ujar Rionald.