Bisnis.com, JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan penjelasan terkait tidak adanya nama Soeharto dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) nomor 2 tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara.
Mahfud membantah bahwa nama Soeharto dihilangkan dalam sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949. Dia menjelaskan bahwa Keppres yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu bukan buku sejarah yang harus mencantumkan nama-nama pihak yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Meskipun demikian, nama Soeharto tetap ada dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
"Kepres tsb bkn buku sejarah tp penetapan atas 1 titik krusial sejarah. Kepres tsb tdk menghilangkan nama Soeharto dll dlm SU 1 Maret 1949. Nama dan peran Soeharto disebutkan di Naskah Akademik Kepres yg sumbernya komprehensif," kata Mahfud melalui akun Twitter @mohmahfudmd, Kamis (3/3/2022).
Lebih lanjut, Mahfud juga menyampaikan bahwa hal yang sama juga terjadi dalam naskah asli Proklamasi 1945 dimana hanya tertera nama Soekarno dan Hatta.
Dia menuturkan di dalam konsiderans ditulis nama Hamengku Buwono (HB) IX, Soekarno, Hatta, Sudirman sebagai penggagas dan penggerak.
"Peran Soeharto, Nasution, dll ditulis lengkap di Naskah Akademik. Sama dgn naskah Proklamasi 1945, hanya menyebut Soekarno-Hatta dari puluhan founding parents lainnya," cuitnya kemudian.
Adapun, poin c bagian pertimbangan Keppres tersebut yang akhirny menjadi polemik. Di dalammya, terdapat pembahasan berkaitan dengan sejarah serangan umum 1 Maret 1949, tetapi tidak tercantum nama Soeharto.
"Bahwa peristiwa Serangan Umum I Maret 1949 yang digagas oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan diperintahkan oleh Panglima Besar Jenderal soedirman serta disetujui dan digerakkan oleh presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta dan didukung oleh Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, laskar-laskar perjuangan rakyat, dan segenap komponen bangsa Indonesia lainnya, merupakan bagian penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang mampu menegakkan kembali eksistensi dan kedaulatan Negara Indonesia di dunia internasional serta telah berhasil menyatukan kembali kesadaran dan semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia," demikian bunyi poin c pertimbangan Keppres Hari Penegakan Kedaulatan Negara.
Sementara itu, Politikus Partai Gerindra Fadli Zon mendesak pemerintah segera merevisi Keppres No.2/2022 tentang Hari Penegakkan Kedaulatan Negara. Pernyataan itu disampaikan Fadli Zon untuk menanggapi polemik mengenai tidak dicantumkannya peran Letkol Soeharto dalam Serangan Umum 1 Maret 1949.
Dia mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera merevisi Keppres tersebut karena dinilai banyak data sejarah yang salah. Hal itu dia anggap sebagai kesalahan yang fatal.
"Sy sdh baca Keppres No 2/2022 ttg Hari Penegakan Kedaulatan Negara, sebaiknya segera direvisi. Data sejarah byk salah. Selain menghilangkan peran Letkol Soeharto sbg Komandan lapangan, juga hilangkan peran Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Fatal. @jokowi @mohmahfudmd," kata Fadli Zon dikutip melalui akun Twitternya, Jumat (4/3/2022).
Pada cuitan sebelumnya, Fadli Zon juga menanggapi cuitan Menko Polhukam Mahfud MD. Dia meminta pemerintah jangan membelokkan sejarah terkait peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
"Keliru P @mohmahfudmd. Dlm Serangan Umum 1 Maret 1949, Soekarno dan Hatta masih dlm tawanan di Menumbing. Pemerintahan dipimpin PDRI (Pemerintah Darurat RI) dibawah Sjafroeddin Prawiranegara. Tak ada gagasan dari Soekarno n Hatta dlm peristiwa ini. Jangan belokkan sejarah!," ujarnya, Kamis (3/3/2022).
Fadli Zon kemudian menyebut Soeharto sebagai orang kepercayaan Jenderal Sudirman memiliki peran yang besar dalam Serangan Umum 1 Maret 1949.
"Pak Harto org kepercayaan Jend Sudirman. Perannya dlm Serangan Umum 1 Maret 1949 sangat besar n vital. Yg org lupa, waktu itu negara di tangan Pemerintah Darurat RI (PDRI) di bawah Sjafroeddin Prawiranegara dg ibukota di Bukittinggi. Ini strategi tunjukkan pd dunia RI masih ada," ujarnya.