Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mogok Produksi, Perajin Tahu Tempe Tuding Pemerintah Tidak Serius Urus Produksi Nasional

Puskopti DKI Jakarta mengungkapkan harga kedelai yang berfluktuasi diakibatkan oleh ketidakseriusan pemerintah mengembangkan produksi nasional.
Pekerja menyortir kedelai yang baru tiba di gudang penyimpanan di Kawasan Kebayoran Lama, Jakarta, Senin (15/2/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pekerja menyortir kedelai yang baru tiba di gudang penyimpanan di Kawasan Kebayoran Lama, Jakarta, Senin (15/2/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Para perajin tahu tempe melakukan mogok produksi dari 21-23 Februari sebagai protes terhadap harga kedelai yang berfluktuasi.

Ketua Pusat Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta, Sutaryo mengungkapkan harga kedelai yang berfluktuasi diakibatkan oleh ketidakseriusan pemerintah untuk mengembangkan produksi nasional. Alih-alih mendukung petani, pemerintah justru menggantungkan diri pada impor.

“Kita 90 persen kedelai impor. Sebenarnya bisa ditanam di Indonesia jika serius, sebab jika terus impor akan ketergantungan terus menerus,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Senin (21/2/2022).

“Karena kita impor akibatnya apapun yang terjadi di luar negeri terlepas dari masa panen atau keterlambatan pengiriman, sampai ke Indonesia ini dampaknya jadi kenaikan harga," lanjutnya.

Menurut dia, petani kedelai awalnya punya semangat untuk menanam. Namun pada 2020, petani kedelai enggan menanam karena harga kedelai impor Rp7.000  per kilogram, sedangkan petani harus menjual Rp8.500.

“Secara ekonomi harusnya lokal mengimbangi, tapi di bawah sedikit, tetapi ini kan di atas. Makanya petani gak mau nanam,” ujarnya.

Dengan harga kedelai saat ini di atas Rp10 ribu bahkan Rp11 ribu, kata Sutaryo, petani tentunya sekarang akan lebih kompetitif karena harga jual kedelai lokal di bawah itu.

“Namun petani sudah tidur kelamaan. Sekarang kementerian sudah teriak-teriak tapi belum bangun petaninya karena tidur terlalu lama, ya sudah karena dipukul KO sampai impor tadinya, akhirnya tidak bisa dipaksain,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Sutaryo mengatakan saat ini kedelai sudah menjadi barang komoditas yang diimpor oleh swasta.

Mekanisme pasar bebas melekat pada perdagangan kedelai. Sementara, kebutuhan dalam negeri terhadap penggunaan kedelai cukup tinggi.

"Sehingga perdagangannya bursa komoditas, jadi dengan enaknya saja importir swasta ini membaca kondisi, kalau ada sesuatu di sana, ini naik meskipun stok barangnya sudah ada di Indonesia," kata dia.

“Harga fluktuatif dan tinggi karena kedelai dilepas ke pasar bebas dan diserahkan ke swasta murni lalu overstock pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa. Pemerintah kan sebenarnya tidak usah diajari, keinginan perajin adalah harga yang stabil. Ya sudah lakukan itu dan tidak usah diajarkan soal stabilitas. Kan lebih profesional sana ketimbang tukang tempe,” paparnya.

Pihaknya pun meminta agar pemerintah bisa turun tangan untuk menstabilkan harga kedelai. Dia ingin pemerintah memberi solusi dengan membuat skenario yang menjamin stabilitas harga kedelai, salah satunya dengan subsidi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Indra Gunawan
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper