Bisnis.com, JAKARTA – Jumlah orang yang menandatangani petisi menolak pencairan jaminan hari tua (JHT) yang hanya bisa dilakukan saat pekerja telah berusia 56 tahun terus meningkat. Angkanya saat ini nyaris mencapai target yaitu 300.000 tanda tangan.
Suhari Ete sebagai pembuat petisi menargetkan ada 300.000 tanda tangan. Berdasarkan pantauan bisnis.com hingga pukul 14.00 pada Minggu (13/2), sudah ada 280.423 orang yang ikut bergabung pada petisi tersebut.
Petisi ditujukan kepada Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Presiden Joko Widodo. Suhari Ete yang memulai petisi itu menyebut bahwa dengan aturan baru, buruh yang di PHK atau mengundurkan diri, baru bisa mengambil dana JHT-nya saat usia pensiun.
Dia mengatakan, kalau buruh atau pekerja di-PHK saat berumur 30 tahun, maka dia baru bisa ambil dana JHT-nya di usia 56 tahun atau 26 tahun setelah di-PHK. Padahal saat ini dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan sudah lebih dari Rp550 triliun.
“Padahal kita sebagai pekerja sangat membutuhkan dana tersebut untuk modal usaha setelah di PHK . Di aturan sebelumnya pekerja terkena PHK atau mengundurkan diri atau habis masa kontraknya bisa mencairkan JHT setelah 1 bulan resmi tidak bekerja,” tulisnya.
Dia pun mengajak untuk menyuarakan bersama penolakan terhadap Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT tersebut.
Adapun, dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2/2022 disebutkan bahwa manfaat JHT bagi peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada peserta pada saat mencapai usia 56 tahun.
Selanjutnya, dalam Pasal 4 dijelaskan bahwa manfaat JHT bagi peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 termasuk juga peserta yang berhenti bekerja.
Berhenti bekerja yang dimaksud meliputi peserta mengundurkan diri, terkena pemutusan hubungan kerja, dan peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.