Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan bahwa penegak hukum dapat memanfaatkan perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura untuk mengejar obligor dan debitur yang mengalihkan aset jaminan BLBI.
Perjanjian ekstradisi pada pokoknya mengatur tata cara penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu tindak pidana oleh suatu negara, kepada negara yang meminta penyerahan.
Bentuk kejahatan yang disepakati untuk dapat dijadikan dasar ekstradisi juga diatur dalam perjanjian tersebut. Sesuai hasil kesepakatan, Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura mencakup 31 tindak pidana, antara lain tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme, serta korupsi. Dengan demikian, perjanjian ini seharusnya bisa membantu mengejar obligor dan debitur BLBI.
Dalam perkembangannya, pemerintah berupaya memulihkan kerugian negara akibat BLBI dengan melakukan eksekusi aset yang menjadi jaminan. Namun, proses eksekusi tersebut mengalami hambatan karena banyaknya aset yang telah mengalami peralihan kepemilikan.
Karena itu, Yasonna menilai masa retroaktif selama 18 tahun ini sudah dapat memfasilitasi kebutuhan untuk menjerat mereka.
“Pemerintah tentunya memiliki berbagai pertimbangan dan telah melakukan inventarisasi kepentingan dalam melakukan negosiasi untuk mengubah masa retroaktif menjadi 18 tahun,” kata Yasonna.
Baca Juga
Beberapa waktu lalu, Satuan Tugas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) mengonfirmasi telah memburu delapan obligor BLBI yang selama puluhan tahun bersembunyi di Singapura.
Satgas pemburu aset dan dana BLBI bentukan Presiden Jokowi itu bahkan telah menyurati alamat para obligor tersebut satu persatu. Namun, hanya ada 1 obligor yang kooperatif sementara sisanya tak merespons permintaan Satgas.
Informasi yang dihimpun Bisnis dari internal pemerintah menyebutkan bahwa delapan obligor yang diburu oleh Satgas antara lain besan Setya Novanto yang bernama Setiawan Harjono, Hendrawan Harjono, Sjamsul Nursalim, Kaharudin Ongko, Trijono Gondokusumo, Sujanto Gondokusumo, Agus Anwar, Kwan Benny Ahadi.
Agus Anwar, Hendrawan Harjono, Setiawan Harjono, dan Kaharudin Ongko pernah dipanggil oleh Satgas BLBI beberapa pekan lalu. Sayangnya, keempatnya diketahui tidak memenuhi panggilan Satgas.