Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Somalia Mohamed Abdullahi Mohamed membekukan kekuasaan Perdana Menteri Mohammed Hussein Roble karena dugaan korupsi.
Perdana menteri itu mengatakan bahwa tindakan yang diambil sang pesiden sebagai langkah yang digambarkan sebagai upaya kudeta yang akan memicu perebutan kekuasaan antara kedua pemimpin.
Perselisihan yang berkecamuk selama berbulan-bulan telah membuat kedua pemimpin saling tuding atas penundaan pemilihan parlemen. Sedangkan pada sisi lain hal itu dilihat sebagai langkah untuk mengalihkan perhatian publik dari upaya pemerintah memerangi pemberontakan.
Perpecahan itu juga akan meningkatkan kekhawatiran tentang prospek bentrokan baru antara faksi-faksi dalam pasukan keamanan yang bersekutu dengan masing-masing pihak. Amerika Serikat telah menyerukan agar kedua pihak berdamai untuk menciptakan ketenangan.
Presiden Mohamed menuduh PM Roble mencuri tanah milik Tentara Nasional Somalia (SNA) dan mengganggu penyelidikan Kementerian Pertahanan.
“Presiden memutuskan untuk menangguhkan perdana menteri … dan menghentikan kekuasaannya karena dia dikaitkan dengan korupsi,” menurut kantor kepresidenan dalam sebuah pernyataan seperti dikutip Aljazeera.com, Selasa (28/12).
Dia menambahkan bahwa komandan angkatan laut juga sedang diselidiki karena korupsi dan telah diskors.
Sebagai tanggapan, Roble mengatakan langkah itu tidak konstitusional dan bertujuan untuk menggagalkan proses pemilihan umum yang sedang berlangsung. Dia juga memerintahkan aparat keamanan untuk mulai menerima perintah darinya, bukan dari presiden.
Langkah-langkah yang diambil oleh Mohamed "adalah upaya kudeta terbuka terhadap pemerintah dan konstitusi nasional", kata Roble dalam sebuah pernyataan yang diposting di halaman Facebook kantor berita negara Somalia SONNA.
“Tujuan dari langkah-langkah ilegal ini adalah untuk menggagalkan pemilihan umum dan secara ilegal tetap menjabat,” menurut akun itu.
Kantor Roble juga menyebut pernyataan itu "keterlaluan", dengan mengatakan di Twitter bahwa upaya untuk "mengambil alih secara militer" kantor perdana menteri itu melanggar hukum.