Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengalaman Korea Selatan & Manuver Indonesia dalam Presidensi G20

Perhelatan besar bakal digelar oleh Indonesia pada 2022 seiring dengan beralihnya tongkat estafet presidensi G20 dari tangan Italia. Di antara negara Asia anggota Group of Twenty, Korea Selatan sudah lebih dulu memiliki pengalaman dalam presidensi G20 pada 2010.
Kepala negara anggota G20 berpose di sela-sela KTT G20 Italia pada 2020./g20.org
Kepala negara anggota G20 berpose di sela-sela KTT G20 Italia pada 2020./g20.org

Bisnis.com, JAKARTA -- Perhelatan besar bakal digelar oleh Indonesia pada 2022 seiring dengan beralihnya tongkat estafet presidensi G20 dari tangan Italia. Di antara negara Asia anggota Group of Twenty, Korea Selatan sudah lebih dulu memiliki pengalaman dalam presidensi G20 pada 2010.

Indonesia resmi memegang presidensi G20 sejak 1 Desember 2021. Presiden Joko Widodo mengatakan kepercayaan itu merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk berkontribusi lebih besar bagi pemulihan ekonomi dunia, untuk membangun tata kelola dunia yang lebih sehat, lebih adil, dan berkelanjutan berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Sejalan dengan hal tersebut, presidensi G20 Indonesia mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger”. Presiden menjelaskan bahwa dalam presidensi G20 tersebut, Indonesia akan fokus untuk mengerjakan tiga hal.

Pertama, penanganan kesehatan yang inklusif. Kedua, transformasi berbasis digital. Ketiga, transisi menuju energi berkelanjutan,”ujar Jokowi seperti dikutip dari laman resmi presidenri.go.id, Kamis (23/12).

Jokowi menambahkan Indonesia berupaya keras untuk menghasilkan inisiatif-inisiatif konkret untuk mendorong pemulihan situasi global agar segera pulih dari pandemi Covid-19 dan menjadi kuat.

Pengalaman Korea Selatan & Manuver Indonesia dalam Presidensi G20
Presiden Joko Widodo menyampaikan pernyataan resmi tentang presidensi Indonesia di perhelatan G20 pada 2022./Bisnis

Presidensi G20 Indonesia diharapkan dapat berkontribusi mendukung pemulihan ekonomi domestik, melalui rangkaian pertemuan secara kumulatif yang menghadirkan ribuan delegasi dari seluruh negara anggota dan berbagai lembaga internasional.

Kehadiran para delegasi berpotensi memberi manfaat bagi perekonomian Indonesia, baik secara langsung, terhadap sektor jasa; perhotelan, transportasi, UMKM, dan sektor terkait lainnya, maupun secara tidak langsung melalui dampak terhadap persepsi investor dan pelaku ekonomi.

Setidaknya tiga manfaat yang akan didapatkan oleh Indonesia kala ditunjuk memegang Presidensi G20 dari aspek ekonomi, yakni terbukanya peluang peningkatan konsumsi domestik yang dapat capai Rp1,7 triliun, penambahan produk domestik bruto (PDB) yang diperkirakan akan mencapai sekitar Rp7,47 triliun, dan terdapat pelibatan tenaga kerja sekitar 33.000 pekerja di berbagai sektor industri di masa mendatang.

“Tentunya ini akan mendorong confidence dari investor global untuk percepatan pemulihan ekonomi yang mendorong kemitraan global yang saling menguntungkan," tutur Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan Indonesia akan mengadakan sekitar 150 pertemuan dan acara sampingan yang akan berlangsung di berbagai kota dalam rangkaian forum G20. Gelaran itu terdiri atas pertemuan Working Groups, Engagement Groups, Deputies/Sherpa, Ministerial, side events, dan KTT G20 di Bali.

“Kami berharap pada masa kepresidesian Indonesia, akan ada kesepakatan tentang prinsip panduan sistem perpajakan internasional untuk mencapai perpajakan yang adil, sederhana dan merata, baik untuk negara maju maupun negara berkembang," ujarnya.

Indonesia sudah bergabung menjadi anggota G20 sejak forum internasional itu dibentuk pada 1999. Namun, tahun depan merupakan kali pertama Indonesia berperan sebagai presidensi G20.

Pengalaman Korea Selatan & Manuver Indonesia dalam Presidensi G20

Inagurasi presidensi Indonesia dalam G20 2022./G20.org

Forum yang berisi 19 negara dan 1 lembaga Uni Eropa itu memiliki posisi strategis karena secara kolektif merupakan representasi dari 85% ekonomi dunia, 75% perdagangan internasional, 80% investasi global, dan 60% populasi dunia.

Baru ada enam negara anggota dari Asia yang menjadi presidensi G20 sejak 2008. Mereka ialah Korea Selatan (2010), Turki (2015), China (2016), Jepang (2019), Arab Saudi (2020), dan Indonesia (2022).

Pada 2010, Korea Selatan mengusung tema “Shared Growth Beyond Crisis” dalam presidensi G20. Saat itu, Republik Korea dipimpin oleh Presiden Lee Myung-bak mengusung tema tersebut agar anggota G20 bahu-membahu untuk pulih dari krisis ekonomi global pada 2008.

Beberapa inisiatif yang diusung Korsel sebagai presidensi G20 pada 2010 antara lain pengembangan jaring pengaman finansial global dan mengamankan bantuan internasional melalui aktivitas dengan negara-negara non-G20 dan lembaga internasional.

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) atau The G20 Seoul Summit fokus pada sejumlah topik prioritas. Salah satunya risiko "perang" mata uang.

Melansir laman resmi Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, kebijakan G20 saat itu mengarah untuk mendorong nilai tukar berbasis pasar uang yang merefleksikan fundamental ekonomi serta pembentukan nilai tukar yang lebih fleksibel.

"Hal itu tidak mungkin tercapai tanpa pemahaman bersama yang kuat di antara para pemimpin G20 terhadap semangat kerja sama internasional dan kesepakatan untuk mencegah ekonomi global mengarah pada proteksionisme," tulisnya.

Terkait dengan global financial safety nets, KTT G20 Seoul juga menghasilkan sistem respons pencegahan untuk krisis keuangan masa depan dengan meningkatkan kredit fleksibel existing dan memperkenalkan kredit pencegahan dan kredit multinasional yang fleksibel.

Pengalaman Korea Selatan & Manuver Indonesia dalam Presidensi G20

Suasana KTT G20 Seoul pada 2010./mofa.go.kr

Woo Jung Yeop, Research Fellow The Sejong Institute, mengatakan Korea Selatan memiliki ruang yang luas dalam menjalankan presidensi G20 pada 2010. Alasannya, Presiden Korsel saat itu Lee Myung-bak merupakan konservatif yang pro-AS. Ditambah lagi, relasi Amerika Serikat dan China sedang adem-ayem.

Saat itu, lanjutnya, Presiden AS Barack Obama tidak memiliki konflik terbuka dengan Beijing. Alhasil, tidak terjadi tarik menarik kepentingan antara AS dan China di dalam forum G20.

"Saat presidensi G20, Korea Selatan bisa bermanuver dengan mengundang lebih banyak negara, menetapkan agenda G20 dan lainnya," tutur Woo dalam workshop "Indonesia Next Generation Journalist Network on Korea" yang dilaksanakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bersama Korea Foundation Jakarta, baru-baru ini.

Menurutnya, sikap Obama yang mendorong diplomasi multilateral membuat forum G20 pada 2010 bisa menghasilkan kesepakatan yang mempererat kolaborasi antarnegara anggota maupun dengan negara non-G20, termasuk antara negara berkembang (emerging market) dengan negara maju.

Tensi politik global yang stabil, lanjutnya, membuat Korea Selatan dapat memetik manfaat dari presidensi G20. Selain AS, Korsel mencatat nilai ekonomi yang besar dari China terutama dalam ekspor.

"Korsel menjaga kerja sama dengan AS tetapi Korsel menikmati nilai ekonomi dari China karena nilai perdagangan dengan China lebih besar daripada kombinasi AS dan Jepang. Ekspor terbesar semikonduktor itu ke China," imbuhnya.

Moon Jae-in, Presiden Korea Selatan yang menjabat saat ini, mengatakan Korsel telah memantapkan posisi sebagai salah satu dari 10 negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Pendapatan per kapita Negeri Kpop itu mencapai US$30.000 dan diharapkan meningkat menjadi US$35.000 pada tahun ini.

Bahkan di dalam krisis, lanjutnya, ekonomi Korsel mengalami akselerasi sejalan dengan berkembangnya mesin ekonomi baru dan transisi ekonomi yang dinamis dan berdaya saing. Moon juga menyoroti perkembangan pesat industri Korea, termasuk K-pop, K-drama, semikonduktor, baterai, mobil canggih, biohealth, galangan kapal, hingga K-beauty yang makin merambah pasar global dan prospektif di masa depan.

"Kebijakan ekonomi pada 2022 mencakup determinasi pemerintah untuk mencapai normalisasi melewati krisis akibat pandemi. Kami akan terus meningkatkan vitalitas di berbagai sektor--dari ekspor ke investasi dan konsumsi--agar momentum pemulihan yang cepat terus berjalan," tuturnya dalam Economic Policy Direction Briefing pada Senin (20/12/2021) seperti dikutip dari situs resmi presiden.go.kr.

Moon menambahkan pemerintah Korsel akan bersemangat untuk mengimplementasikan the Korean New Deal 2.0 untuk sungguh-sungguh mendorong transisi ke pertumbuhan ekonomi, era netral karbon, ramah lingkungan, dan ekonomi rendah karbon.

Pengalaman Korea Selatan & Manuver Indonesia dalam Presidensi G20
Presiden RI Joko Widodo dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in menggelar pertemuan bilateral di sela-sela G20 Osaka Summit pada 2019./presidenri.go.id

KEPENTINGAN INDONESIA

Dalam presidensi G20 pada 2022, Woo memperkirakan kondisi berbeda akan dihadapi Indonesia. Saat ini, dua kutub negara adidaya AS dan China sedang dalam kompetisi untuk menjadi yang terkuat di kancah global.

"Dengan kompetisi yang makin ketat antara AS-China, manuver Indonesia dalam presidensi G20 jadi terbatas. Bukan karena kapasitas atau kemampuan Indonesia yang berbeda dengan Korel, melainkan karena lingkungan eksternal," papar Woo.

Menurutnya, negara anggota G20 termasuk Indonesia yang pada 2022 berperan sebagai presidensi G20, harus menyikapi kompetisi duo hierarki AS dan China dengan mempertimbangkan kepentingan nasional masing-masing.

Salah satu strategi Indonesia di tengah agenda G20 ialah mengakselerasi pengembangan kendaraan listrik. Dalam perhelatan KTT G20 di Bali pada 2022, PT PLN (Persero) menjalin kerja sama dengan perusahaan otomotif Korea Selatan Hyundai untuk pengadaan kendaraan listrik bagi kepala negara selama konferensi tingkat tinggi berlangsung.

Seperti dikutip Bisnis, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril mengatakan PLN, pemerintah, dan Hyundai juga memacu pengembangan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) dengan teknologi ultra fast charging di Bali.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo akan berupaya mengajak negara G20 berdiskusi tentang rencana Indonesia ikut menerbitkan mata uang digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC).

“Indonesia akan mendorong pembicaraan cross-border payment system berkaitan dengan remitansi, berkaitan dengan bagaimana open API-nya. Dan di dalam agenda payment system ini adalah bagaimana kami bisa juga mendapat general principal [prinsip umum] untuk CBDC,” kata Perry dalam Fintech Summit, Sabtu (11/12/2021).

Belum lama ini, Presiden Jokowi juga menyampaikan sejumlah agenda prioritas presidensi G20 Indonesia dalam pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Anthony J. Blinken pada Senin (13/12/2021).

Indonesia, kata Jokowi, mengharapkan AS dapat menjadi mitra di bidang ekonomi, investasi, hingga kesehatan. Tak hanya di bidang ekonomi dan investasi infrastruktur, AS juga menyambut baik keinginan Indonesia untuk berpartisipasi dalam rantai pasok bidang kesehatan.

"Indonesia akan terus mengembangkan strategic trust dengan semua negara dan semua mitra Indonesia," kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ana Noviani
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper