Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Neraka Dunia Bisa Ditaklukan. Tips Viktor Frankl Tetap Aktual

Sungguh banyak pertanyaan yang mengoyak sanubari terdalam manusia di dunia ini yang sedang berperang melawan wabah corona. Hakikat bertahan hidup menjadi sebuah pertaruhan penentu derap langkah selanjutnya.
Bocah perempuan berdiri di jendela tempat penampungan sementara, di kamp pengungsian Village 8, menampung pengungsi asal Ethiopia yang menyelamatkan diri dari peperangan di Tigray, dekat perbatasan Sudan-Ethiopia, Sudan, Rabu (2/12/2020)./Antara-Reuters
Bocah perempuan berdiri di jendela tempat penampungan sementara, di kamp pengungsian Village 8, menampung pengungsi asal Ethiopia yang menyelamatkan diri dari peperangan di Tigray, dekat perbatasan Sudan-Ethiopia, Sudan, Rabu (2/12/2020)./Antara-Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Dalam kekejian dan keganasan hidup, seseorang memang tidak dapat menghindari penderitaan tetapi dapat memilih cara mengatasinya, menemukan makna di dalamnya, dan melangkah maju dengan tujuan baru.

Umat manusia saat ini sedang berjuang keras untuk mengatasi salah satu tantangan besar peradaban: Pandemi global Covid-19.  Makna apa yang sudah kita temukan dalam meniti hidup di tengah terpaan wabah mematikan ini?

Apakah memang benar bahwa hidup utamanya bukanlah sebuah upaya mencari kepuasan atau mengejar kekuasaan tetapi tetapi sebuah pencarian makna.

Apa bedanya antara bertahan hidup di tengah pandemi Covid-19 yang ganas seperti saat ini dan ketika perang berkecamuk?

Lebih spesifik lagi, amuk perang tersebut terwakili oleh mereka yang direncanakan untuk dihabisi dengan alasan tertentu. Di mana letak perbedaannya?

Sungguh banyak pertanyaan yang mengoyak sanubari terdalam manusia di dunia ini yang sedang berperang melawan wabah corona. Memang tidak ada konflik terbuka yang melibatkan mesin perang modern. Namun korban jiwa tetap berjatuhan.

Jutaan orang meninggal diterjang wabah Covid-19 dalam dua tahun terakhir ini. Dan perang dunia melawan pandemi global hingga detik ini masih berlangsung dengan hebatnya.

Setiap negara berjuang untuk terbebas dari wabah virus corona. Untuk itu, vaksin tak ubahnya ‘new oil’. ‘Komoditas langka’ yang paling dicari!

Di sisi lain, perang terbuka bukan pula fenomena asing bagi umat manusia. Segala derita, sisi kelam hingga perjuangan hidup yang paling heroik pun bercampur menjadi satu kisah besar peradaban.

Perang Dunia II adalah saksinya. Bila kita berbicara mengenai kamp konsentrasi misalnya, bisa jadi bayangan horor kekejaman Nazi membuat nyali ciut.

Dalam kondisi mencekam yang amat sulit dibayangkan dengan akal sehat tersebut, selamat dari pemusnahan sistematis tentu bisa dikatakan sebuah keajaiban. Selamat dari maut! Mampu bertahan hidup!

Untuk pembelajaran terbebas dari ‘neraka dunia’ ini, rasanya tak mungkin untuk tidak menyebut nama Viktor E. Frankl, seorang yang terlempar ke jaringan kamp konsentrasi Nazi. Sumber-sumber kekuatannya untuk bertahan hidup menjadi legenda.

Salah satu prinsip yang dipegang teguh adalah ucapan Nietzsche: Dia yang punya alasan mengapa harus hidup akan mampu menanggung segala bentuk bagaimana caranya hidup.

Frankl menggambarkan dengan pilu bagaimana para tawanan yang putus asa akan kehidupan dan kehilangan harapan akan masa depan merupakan orang-orang yang pertama tewas.

Mereka tewas lebih karena kehilangan harapan dan kehilangan semangat hidup ketimbang karena kekurangan makanan atau obat-obatan.

Tidak seperti mereka, Frankl bertahan hidup dengan cara selalu memupuk ingatan tentang istrinya serta harapan akan bertemu kembali dengan wanita yang dicintainya itu (Khusner, 2017). 

Juga dengan bermimpi suatu saat nanti ketika perang berakhir dapat berceramah mengenai hikmah psikologis yang dapat dipetik dari pengalamannya di kamp Auschwitz.

Tentu saja, seperti dikatakan Harold S. Kushner dalam pengantarnya dalam buku Frankl, Man’s Search for Meaning, banyak tawanan yang sangat ingin hidup pada akhirnya meninggal juga. Sebagian karena penyakit, sebagian di kamar gas.

Namun perhatian pengusung teori Logoterapi itu lebih pada mengapa orang bisa bertahan dan selamat ketimbang mengapa sebagian besar mereka tewas.

Apa lagi rahasia bertahan hidupnya? Paling tidak tiga hal esensial ini harus melekat dalam jati diri seseorang untuk memaknai hidup. Pertama, dalam kerja (melakukan sesuatu yang penting). Kedua, dalam cinta (kepedulian pada orang lain), dan ketiga, dalam keberanian di saat-saat sulit.

“Ini semua tentang perjuangan pantang menyerah demi roti hari ini dan demi hidup itu sendiri. Demi kepentingan diri maupun demi kepentingan teman baik,” papar Frankl mengenang horor kamp Auschwitz.

Adakah butir-butir pemikiran tersebut yang sedang Anda fokuskan dalam hidup sarat turbulensi saat ini?


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Inria Zulfikar
Editor : Inria Zulfikar

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper