Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan membatalkan rencananya untuk mengusir 10 duta besar negara asing termasuk tujuh negara sekutu NATO setelah mereka menuntut pembebasan aktivis demokrasi terkemuka.
Dalam pernyataannya kemarin Erdogan mengatakan pernyataan yang dikeluarkan para duta besar sehari sebelumnya perlu dipertanyakan karena mengonfirmasi bahwa mereka mengabaikan konvensi diplomatik untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain.
"Apa yang mereka lakukan telah menghina Turki dan mereka mulai sekarang harus lebih berhati-hati," kata Erdogan seperti dikutip TheGuardian.com, Selasa (26/10/2021).
Meskipun demikian, Erdogan tidak lagi mengeluarkan kata-kata akan mengusir mereka.
Adapun. Juru Bicara Kepresidenan, Fahrettin Altun menambahkan Kementerian luar negeri telah memberikan tanggapan pada kedubes asing dan mengingatkan atas perilaku mereka yang tidak pantas.
Para duta besar, termasuk dari Amerika Serikat, Perancis, dan Jerman pekan lalu menyerukan pembebasan Osman Kavala, yang telah berada di penjara Turki selama empat tahun menunggu persidangan atas tuduhan tidak berdasar. Mereka menyerukan penyelesaian yang adil dan cepat untuk kasus Kavala.
Akibat aksi itu, Kementerian Luar Negeri Turki memanggil sepuluh duta besar negara itu pada Selasa (18/10).
Pada Sabtu (23/10), Erdogan mengumumkan bahwa dirinya telah mengusir sepuluh duta besar negara yang ikut serta mendukung Kavala.
"Saya telah memerintahkan menteri luar negeri kami untuk mengumumkan sepuluh duta besar negara asing tersebut akan di-persona non grata secepatnya," ujar Erdogan.
Walaupun demikian, Erdogan tak menyebut waktu tepat kesepuluh duta besar tersebut resmi diusir. Namun, Erdogan menegaskan, "Mereka harus pergi dari sini pada hari mereka tidak lagi bisa di Turki."
Osman Kavala yang mereka bela sendiri merupakan seorang filantropis sekaligus aktivis kelahiran Paris. Turki menahan pria 64 tahun itu sejak 2017 tanpa vonis hukuman.
Meski tidak terlalu dikenal secara internasional, Kavala telah dinilai menjadi simbol bagi para pendukungnya di tengah tindakan keras rezim Erdogan dalam merespons upaya kudeta gagal 2016 lalu.
Kavala menjadi tahanan politik yang paling terkemuka di Turki. Penangkapannya sendiri dilakukan karena pemerintah beranggapan Kavala mencoba menggulingkan pemerintahan Erdogan. Dia kemudian dituduh membiayai dan mengatur protes anti-pemerintah.