Bisnis.com, JAKARTA — Tes PCR bagi calon penumpang pesawat menjadi perdebatan. Hal ini seiring dengan adanya Surat Edaran Nomor 21 tahun 2021 yang mengatur ketentuan pelaku perjalanan dalam negeri pada Kamis, 21 Oktober 2021.
Di dalam aturan tersebut, khusus transportasi udara, setiap calon penumpang diwajibkan menunjukkan hasil negatif tes PCR maksimal 2x24 jam.
Guru Besar di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Tjandra Yoga Aditama mengatakan setuju tes PCR digunakan sebagai syarat perjalanan dengan pesawat. “Ya karena memang merupakan gold standard dengan tingkat akurasi paling tinggi,” ujar dia, mengutip Tempo, Senin (25/10/2021).
Menurut Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara periode 2018-2020 itu, hasil negatif PCR bisa memberikan keamanan yang lebih tinggi untuk pencegahan penularan Covid-19. Berbeda dari rapid antigen yang hasilnya kemungkinan besar bisa terjadi terjadi false negatif.
“Kalau pakai rapid test antigen, bisa jadi SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19 masih ada di tubuh seseorang, dan tentu berpotensi menular ke orang sekitarnya,” katanya lagi.
Tidak hanya soal tes PCR, Tjandra juga mengingatkan aturan di bandara yang harus diperbaiki dan diperketat lagi. Dia mengungkap pengalamannya sendiri usai melakukan perjalanan Jakarta-Bali dengan pesawat baru-baru ini. Menurutnya, antrean di bandara telah melupakan aturan jaga jarak, dan makan di dalam pesawat yang membuat orang membuka masker masih dilakukan.
“Memang tidak salah, tapi membuka masker dan makan sambil banyak bercakap tentu meningkatkan risiko penularan,” ujar dia sambil menambahkan meskipun pesawat sudah dilengkapi dengan HEPA Filter.
Sebelumnya, Guru Besar Ilmu Biokimia dan Biologi Molekular Universitas Airlangga (Unair), Chairul Anwar Nidom, juga menyatakan hal senada. Menurutnya, mewajibkan tes PCR sebagai syarat mobilitas masyarakat sangat baik untuk mencegah perpindahan virus dari satu tempat ke tempat lain.
Virus corona Covid-19 disebutnya sangat unik, dan tanpa tes PCR di kala kondisi belum aman dinilainya sangat mengkhawatirkan. Jika, ada pihak yang keberatan dengan masalah biaya, hal itu bisa dibicarakan dengan pemerintah sebagai pembuatan kebijakan.
“Kan ada subsidi, yang terpenting jangan dihilangkan kewajiban untuk tes PCR bagi yang bepergian,” tutur Nidom yang juga Ketua Tim Laboratoriun Profesor Nidom Foundation (PNF) itu.
#ingatpesanibu #sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua