Bisnis.com, JAKARTA — Oxford University menyoroti masih banyaknya negara-negara miskin yang kesulitan mengakses vaksin Covid-19. Hal itu dinilai sangat berbahaya karena membuat risiko kasus kematian menjadi tinggi dan munculnya varian baru yang berpotensi lebih berbahaya.
Dengan memohon agar vaksinasi segera dipercepat dan diperluas di seluruh dunia, Profesor Dame Sarah Gilbert mengatakan virus "terus berkembang" dan "terus beredar tanpa terkendali".
Akibatnya, setiap negara di dunia sekarang menghadapi ancaman "varian Sars-CoV-2 lebih lanjut pada musim dingin ini.
"Tidak ada yang aman sampai kita semua aman. Bahkan negara-negara dengan cakupan vaksin tingkat tinggi, seperti Inggris, masih bisa menghadapi “masa depan yang mengkhawatirkan," kata Gilbert seperti dikutip TheGuardian.com, Kamis (7/10/2021).
Lebih lanjut, dia mengatakan virus ini sudah beradaptasi untuk meningkatkan penularan antar manusia, dengan varian Alpha dan kemudian varian Delta menjadi dominan di banyak negara.
“Ketika dunia bergulat dengan penyebaran varian Delta, kita harus lebih waspada terhadap nyawa yang dapat diselamatkan dengan memberikan dosis pertama dan kedua kepada populasi yang paling rentan di seluruh dunia,” ujarnya.
Selain itu, distribusi vaksin secara global harus terus diperhatikan untuk melindungi kita semua tanpa membedakan varian Sars-CoV-2.
"Dalam jangka panjang, strategi untuk mengelola risiko Sars-CoV-2 yang terus berkembang, termasuk melalui penggunaan tindakan medis definitif seperti vaksinasi, harus disesuaikan dengan kebutuhan dan pengalaman masing-masing negara," ucap Gilbert.
Dalam upaya mengendalikan penyakit yang masih merajalela, dia menegaskan bahwa vaksinaasi sebanyak mungkin orang dan secepat mungkin penting untuk dilakukan.
"Upaya yang lebih besar sangat diperlukan untuk membuat vaksin tersedia “untuk seluruh dunia”, ujar profesor vaksinologi Universitas Oxford ini dalam sebuah surat yang ditulis bersama dengan Dr Richard Hatchett, kepala eksekutif Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi.
Surat mereka, yang diterbitkan di Science Translational Medicine, mengatakan bahwa pada awal September tahun ini, 41,5 persen populasi dunia telah menerima setidaknya satu dosis vaksin Covid-19, namun hanya 1,9 persen orang di negara-negara berpenghasilan rendah seperti di Afrika yang memilikinya.
Bahkan Gilbert dan Hatchett memperingatkan bahwa menawarkan suntikan booster dan memvaksinasi anak-anak seperti yang terjadi di Inggris dan negara-negara kaya lainnya akan memberikan “tekanan tambahan pada pasokan vaksin global”.