Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi melihat konflik, perubahan iklim, dan Covid-19 telah menciptakan yang tantangan kemanusiaan terbesar sejak Perang Dunia Kedua.
”Di antaranya sekitar 97 juta orang membutuhkan bantuan segera dan berada di kawasan Asia Pasifik,” ujarnya lewat keterangan resmi, Rabu (6/10/2021).
Dia melanjutkan, sebagai wilayah paling rawan bencana di dunia, jutaan orang telah terlantar di Asia Pasifik. Bahkan, lebih dari seperempat konflik dunia terjadi di Asia dan Pasifik di mana wilayah ini sekarang menampung 4,4 juta pengungsi.
Namun, kondisi kian mendesak dan makin diperparah oleh pandemi Covid-19. Sebut saja, pada Oktober, lebih dari 58,9 juta kasus telah dilaporkan di 34 negara dan telah menyebabkan 952.000 kasus meninggal.
“Terlebih lagi, Covid-19 juga telah menghambat upaya untuk memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan agar dapat bergerak cepat. Sumber daya bahkan lebih terbatas,” katanya.
Selain itu, dia menilai dukungan keuangan saat ini sangat dibatasi terutama karena beban yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19.
Baca Juga
Bahkan, kebijakan pembatasan Covid-19, juga menimbulkan tantangan dalam logistik distribusi.
Alhasil, dengan pembatasan pergerakan barang dan orang, akses untuk pengiriman bantuan kemanusiaan kepada masyarakat yang terkena dampak menjadi terbatas.
Melalui perspektif tersebut, Retno pun menyoroti tiga poin penting dalam upaya memajukan kepemimpinan kemanusiaan di tingkat nasional dan global.
Pertama, mengedepankan nilai dan kearifan lokal. Nilai-nilai lokal memberikan pemahaman tentang semangat yang melatarbelakangi aksi kemanusiaan itu sendiri.
“Di Indonesia semangat gotong royong masih hidup dan menggelora. Semangat ini mendorong masyarakat untuk saling membantu baik di saat senang maupun susah,” ujarnya.
Kearifan lokal memandu para pelaku kemanusiaan dalam memberikan bantuan yang relevan dan sesuai dengan konteks nasional dan global.
Kedua, pentingnya penguatan kapasitas kemanusiaan di tingkat nasional dan global. Sebab, pandemi telah mengajarkan semua bahwa tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya membutuhkan respons yang luar biasa.
“Upaya bersama kita harus bertujuan untuk memperkuat kepemimpinan aktor nasional dan global. Bahkan, diperlukan transformasi pola pikir dari melihat komunitas nasional dan lokal sebagai penerima menjadi melihat mereka sebagai agen aksi,” ujarnya.
Dia meyakini dengan hubungan yang setara dan saling melengkapi tersebut, bantuan kemanusiaan yang terkoordinasi dengan baik dapat tercapai.
Tidak hanya itu, inisiatif di tingkat regional harus mendukung kepemimpinan nasional dan lokal dalam aksi kemanusiaan.
Kepemimpinan dan suara aktor nasional dan lokal harus diintegrasikan dan diarusutamakan dalam mekanisme kerja sama yang ada dan yang akan datang
“Ini harus dimasukkan dalam semua fase, termasuk perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi,” katanya.
Ketiga, transformasi dalam cara kemitraan sangat penting. Upaya kemanusiaan tidak bisa lagi dilaksanakan melalui cara-cara tradisional. Namun, dibutuhkan kemitraan yang relevan, setara, dan harmonis antara aktor regional dan aktor nasional-lokal sangat penting.
Menurutnya, kerja sama antara aktor regional, nasional, dan lokal harus saling mendukung untuk mengatasi keadaan darurat yang sedang berlangsung dan bersiap menghadapi tantangan di masa depan.