Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna mengingatkan DPR untuk lebih kritis dalam membahas Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) terutama pada poin pembiayaan, kepastian tenggat waktu dan fungsi Jakarta sebagai bekas Ibu Kota.
Menurut Yayat, pada poin pembiayaan, DPR perlu kritis dengan lebih mengedepankan kecermatan, kedalaman, dan pemahaman rakyat.
Dari sisi tenggat waktu, masih banyak yang harus dihitung, karena menyangkut kepentingn pelaku ekonomi selain persoalan Pemilu 2024.
“Benarkah akan resmi pindah pada 17 Agustus 2024? Padahal, menurutnya, kalau IKN nantinya harus punya sentra bisnis, maka akan sulit kalau Bank Indonesia dan Otroritas Jasa Keuangan tetap berbasis di Jakarta,” katanya.
Hal itu dilakukan agar rakyat tidak kecolongan akibat pembiayaan untuk pembangunan Ibu Kota baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Terlebih, saat ini kondisi Indonesia masih dalam masa pandemi Covid-19, ujar Yayat.
"Jadi saya kira, DPR harus lebih mengkritisi pada poin poin pembiayaan, apalagi kita mengingat di tengah krisis pandemi seperti ini kecermatan, kedalaman, pemahaman, dan konteks yang paling penting waktu, karena bagaimanapun kendala waktu ini hanya hitungan ibarat menghitung hari ke depan ini," kata Yayat dalam diskusi bertajuk "Quo Vadis RUU Ibu Kota Negara" di Gedung Parlemen, Selasa (5/10/2021).
Turut jadi narasumber pada acara diskusi itu Anggota Badan Legislasi DPR, Neng Marhamah (PKB), pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, serta Anggota DPR Daerah Pemilihan Kalimantan Timur Hetifah Sjaifudian yang hadir secara virtual (Golkar).