Bisnis.com, JAKARTA - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan saat ini penting untuk terus belajar dari pola setiap kenaikan kasus untuk menghindari lonjakan kasus ketiga.
Dia menyebutkan, lonjakan kasus kedua yang belum lama ini terjadi berdampak sangat signifikan karena Indonesia tidak hanya kehilangan nyawa, tetapi juga produktivitas masyarakat, dan kestabilan ekonomi negara selama lonjakan kasus kedua.
Terdapat total 2,5 setengah juta orang positif terinfeksi Covid-19 dan 94.455 orang diantaranya dilaporkan meninggal dunia. Adapun, angka positivity rate mingguan tertinggi berada pada angka 30,72 persen yaitu 6 kali lipat dari standar yang ditetapkan oleh WHO.
Selain itu, kasus aktif mingguan sempat mencapai 24,21 persen meskipun hingga saat ini tercatat 944.212 orang yang sembuh.
“Pencapaian ini diraih dengan dengan sangat berat mengingat persentase ketersediaan tempat tidur nasional sempat mencapai hampir 80 persen seluruh kondisi tersebut mendorong diberlakukannya PPKM yang pada akhirnya mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia,” ujarnya lewat siaran resmi, Kamis (30/9/2021).
Lebih lanjut, dia menjelaskan pada kuartal III/2021 pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 2 persen angka ini turun sekitar 5 persen dari pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2021 yaitu 7,07 persen.
Baca Juga
Menurutnya, dengan adanya lonjakan ketiga yang dihadapi oleh berbagai negara di dunia serta melihat dari pola kenaikan kasus setelah event atau kegiatan besar, semua pihak tetap perlu waspada dan mengantisipasi lonjakan ketiga di Indonesia.
Dia menilai, pembatasan mobilitas dan kegiatan sosial ekonomi yang mulai dilonggarkan perlahan menjadi kekuatan yang dapat berubah menjadi tantangan apabila tidak dibarengi dengan protokol kesehatan yang ketat.
“Dengan adanya wacana perizinan kegiatan besar ditambah lagi kita akan segera memasuki periode Natal dan tahun baru kehati-hatian dan tidak gegabah dalam menjalani aktivitas perlu menjadi modal dasar,” ujarnya.
Wiku mengatakan, ketika pembatasan mulai dilonggarkan, biasanya kasus akan meningkat perlahan hal ini menunjukkan bahwa upaya untuk menjaga protokol kesehatan, khususnya 3M (mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker) belum maksimal dan belum dapat menjadi faktor utama penurunan kasus Covid-19.
Namun, dia menilai pembatasan mobilitas dan aktivitas masih menjadi faktor utama, tetapi pendekatan tersebut tidak dapat dilakukan terus-menerus karena akan berdampak pada sektor lainnya dan tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
“Disiplin protokol kesehatan selalu memakai masker kemanapun kita pergi dan sebisa mungkin tidak berkerumun ini adalah hal paling mudah dan murah yang bisa kita lakukan selanjutnya,” katanya.
Dia memerinci, kenaikan kasus pertama dialami pada Idul Fitri 2020 (23–24 Mei 2020). Meskipun dilakukan PSBB dan mudik ditiadakan, tetapi ternyata ada peningkatan kasus hingga 214 persen yang terlihat pada minggu kedua pasca idul fitri 2021 yang bertahan hingga 7 minggu.
Peningkatan kasus kedua terjadi pada peringatan 17 Agustus, Maulid Nabi, Natal, dan Tahun Baru pada 2020 yang memberikan kenaikan kasus hingga 389 persen yang terlihat pada minggu kedua pasca Maulid Nabi hang bertahan hingga 13 minggu.
Setelah puncak pertama, terjadi penurunan kasus selama 15 minggu yaitu mulai dari 25 Januari 2021 sebelum akhirnya terjadi lonjakan kembali pasca Idul Fitri 2021 dengan kenaikan kasus hingga 880 persen yang bertahan hingga 8 minggu.
“Lonjakan kasus kedua bertahan lebih sebentar lantaran kemampuan, kesadaran, dan respon kolektif antarmasyarakat dan pemerintah dalam penanganan Covid-19 sehingga lonjakan kasus dapat ditangani dengan cepat,” katanya.