Bisnis.com, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut nilai pencucian uang dari korupsi sumber daya alam mencapai Rp37,8 triliun.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menyebut bahwa jumlah yang ditemukan PPATK baru sebatas transaksi suap dan kickback yang diterima oleh pelaku korupsi SDA.
Menurut Pahala, jumlah tersebut belum menggambarkan kerugian negara akibat korupsi di sektor SDA.
"Nilai itu baru sebatas suap, upeti, uang terimakasih, itu transfer dari swasta ke penyelenggara negara. Tapi ini belum kerugiannya, ceritanya lain menghitung kerugian," kata Pahala saat dihubungi Bisnis via telepon, Kamis (26/8/2021).
Pahala mengungkapkan, kerugian negara akibat korupsi di sektor SDA bisa saja sangat besar. Pasalnya, kata dia, banyak aspek yang berkaitan dengan SDA.
Dia mencontohkan, misalnya, ada swasta nakal yang membuka kebun di kawasan hutan dengan cara menyuap.
Baca Juga
Akibat pembukaan kebun ilegal dengan cara korupsi itu, ternyata berdampak pada banjir di wilayah tersebut. Banyak rumah warga yang terendam dan rusak. Hal tersebut sudah jadi satu poin kerugian.
Kemudian, perlu juga dihitung berapa banyak pohon yang ditebang, tinggi pohon, dan sebagainya.
"Lebih gila lagi nilai lahan dari nilai izinnya," kata Pahala.
Namun, kata Pahala, sampai saat ini belum ada metode yang meyakinkan untuk menghitung kerugian akibat kerugian di sektor SDA.
"Perhitungan kerugian nilai SDA sampai sekarang belum ada metode yang meyakinkan. Makanya paling jauh nilai uang yang ditransaksikan," kata Pahala.
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat nilai tindak pidana pencucian uang atau TPPU yang berasal dari korupsi sumber daya alam mencapai Rp37,8 triliun
Angka itu dipaparkan oleh lembaga intelijen keuangan saat meluncurkan National Risk Assessment (NRA) tahun 2021. Secara spesifik, PPATK menyebutkan bahwa angka-angka tersebut mengonfirmasi tingginya risiko TPPU dalam praktik tindak pidana korupsi.
"Korupsi, termasuk narkotika, merupakan jenis tindak pidana asal yang berkategori ancaman tinggi TPPU ke luar negeri (outward risk)," demikian publikasi resmi PPATK yang dikutip, Selasa (24/8/2021).