Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tak Butuh Teori Militer Canggih, Begini Cara Elok Taliban Kuasai Afghanistan

Menurut laporan PBB pada Juni 2021, Taliban membiayai dirinya dari produksi opium, perdagangan narkotika, dan penculikan bertebusan yang total memberikan US$300 juta sampai US$1,6 miliar (Rp4,3 triliun – Rp23 triliun) per tahun kepada Taliban.
Ilustrasi Bisnis.com
Ilustrasi Bisnis.com

Cermat Berhitung

Realitas internal dan eksternal ini memaksa Taliban cermat berhitung. Apalagi, semua negara tak mau kekacauan yang bisa terjadi di Afghanistan membuat repot mereka, termasuk masalah banjir pengungsi.

Negara-negara itu, seperti halnya Barat, PBB dan banyak negara lainnya di dunia ini, juga tak ingin Afghanistan kembali menjadi tempat bernaung kelompok-kelompok teror seperti Alqaeda dan apalagi ISIS.

China bahkan tak mau Afghanistan dimanfaatkan gerakan separatisme di Xinjiang. Kekhawatiran sama dipendam India yang walau tak berbatasan langsung, namun secara geografis dekat dengan Afghanistan.

India tak mau kelompok-kelompok ekstremis yang berbasis di Pakistan seperti Lashkar-e-Tayyiba memindahkan basis atau mendekat ke Afghanistan.

Hal lain yang memaksa Taliban pragmatis adalah dalam kerangka membangun ekonomi Afghanistan yang menurut Bank Dunia pada 2018 menghabiskan anggaran US$11 miliar (Rp158 triliun) yang 80 persen di antaranya berasal dari bantuan luar negeri.

Menurut laporan PBB pada Juni 2021, Taliban membiayai dirinya dari produksi opium, perdagangan narkotika, dan penculikan bertebusan yang total memberikan US$300 juta sampai US$1,6 miliar (Rp4,3 triliun – Rp23 triliun) per tahun kepada Taliban.

Menepis soal itu, Zabihullah Mujahid memastikan Afghanistan akan bebas dari narkotika. Tapi, dia meminta komunitas internasional membantu petani Afghanistan agar tak lagi tergantung kepada menanam opium.

Dari sini terlihat, menghadapi realitas internal dan eksternal yang dulu tak begitu dipedulikan, Taliban berusaha menempuh kompromi demi rekonstruksi Afghanistan.

Apalagi AS seperti dilaporkan AFP, bersumpah tak akan membiarkan Taliban mengakses rekening-rekening AS yang dipakai untuk menyimpan cadangan devisa bank sentral Afghanistan. IMF menaksir cadangan devisa ini mencapai US$9,4 miliar (Rp135 triliun).

Ini membuat Taliban dipaksa mencari alternatif. China menjadi kemungkinan terbesar yang paling ingin digandeng Taliban, kendati Arab Saudi dan Qatar tak bisa dikesampingkan.

Halaman Sebelumnya
Pragmatisme
Halaman Selanjutnya
China Mungkin Membantu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper