Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Telah Berpulang…  

Kita pun juga sudah ada pada posisi memperebutkan susu kaleng yang diklaim mampu ‘menyelamatkan’ diri dari Covid-19. Stok tiba-tiba kosong dan menghilang dari rak-rak minimarket. Lalu, muncul penjual dadakan di berbagai marketplace dengan harga yang tidak masuk akal lagi.
Foto udara suasana pemakaman khusus Covid-19 di TPU Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (15/7/2021). Berdasarkan data Worldometer, Indonesia resmi masuk empat besar kasus aktif Covid-19 terbanyak di seluruh dunia, pada Kamis (15/7/2021) kasus aktif di Indonesia mencapai 480.199 kasus, melampaui Rusia yang tercatat 457.250 kasus, Indonesia juga jauh melampaui India yang tercatat 432.011 kasus. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Foto udara suasana pemakaman khusus Covid-19 di TPU Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (15/7/2021). Berdasarkan data Worldometer, Indonesia resmi masuk empat besar kasus aktif Covid-19 terbanyak di seluruh dunia, pada Kamis (15/7/2021) kasus aktif di Indonesia mencapai 480.199 kasus, melampaui Rusia yang tercatat 457.250 kasus, Indonesia juga jauh melampaui India yang tercatat 432.011 kasus. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Hari-hari ini, kita sering sekali mendengar berita duka. Silih berganti. Baik yang diterima secara langsung, maupun lewat status teman, kerabat, kolega yang disampaikan di media sosial.

Begitu seringnya, sehingga beberapa orang yang saya kenal mengaku takut mengangkat telepon yang masuk di ponselnya. Bahkan, ada yang akhirnya memutuskan untuk tidak ‘menengok’ media sosialnya. Untuk sementara waktu.

Termasuk saya. Yang selalu waswas ketika ponsel saya berdering. Atau, waswas tetiba begitu banyak sekali notifikasi WhatsApp yang muncul di layar ponsel saya. Bukan apa-apa. Sudah beberapa kali hal serupa terjadi, dan selalu isinya sungguh tak mengenakkan. Mulai dari berita keluarga, teman atau rekan kerja yang terkena Covid-19, ataupun berita duka. Meninggal karena Covid-19.

Ketika tulisan ini dibuat pun, beberapa grup WhatsApp masih ramai. Isinya berita berpulangnya sahabat, teman, atau salah seorang anggota keluarga mereka.

Lamat-lamat, suara sirene ambulans juga terdengar dari kejauhan. Sirene meraung tentu makin akrab di telinga kita akhir-akhir ini. Membelah jalanan Ibu Kota.

Lalu, tetiba muncul angka kasus harian Covid-19. Kemarin, Kamis (15/7/2021), ada tambahan 56.757 kasus positif. Lagi-lagi rekor baru. Tertinggi sejak awal pandemi Covid-19 di Tanah Air.

Padahal, ini sudah hari ke-13 masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Atau hampir 2 pekan setelah PPKM Darurat berjalan. Kita masih punya 5 hari ke depan. Sebelum PPKM Darurat berakhir.

Terhadap semua kondisi yang terjadi belakangan ini, deretan pertanyaan terbetik: Apa yang salah? Apa yang masih kurang? Kenapa begini? Kenapa begitu?

Kondisi yang kita hadapi sekarang ini memang tidak mudah. Bayang-bayang ‘seperti India’ makin jelas di depan mata. Bukan bermaksud menakuti atau pesimistis. Ini sekadar mengingatkan. Situasi yang pernah terjadi di India bisa saja terjadi pada kita, jika rantai penyebaran virus ini tak segera diputus.

Ironis memang. Kita pernah meratapi kondisi di India. Tidak sedikitpun yang sudah bersuara mengingatkan kondisi India yang bisa saja terjadi pada kita. Namun, kita yang seharusnya sudah bisa belajar dari kondisi krisis gelombang kedua Covid-19 di India, nyatanya masih harus menghadapi hal serupa.

Benar bahwa situasi yang dihadapi saat ini jauh berbeda karena diperparah oleh varian baru yang luar biasa ganasnya, yang kemampuan menularnya pun jauh lebih hebat dibandingkan dengan varian sebelumnya. Akan tetapi, hal ini tak berarti kita hanya bisa berpasrah diri dan menyerah pada varian baru tersebut, bukan?

Harus diakui, ragam komunikasi dan informasi telah disampaikan pemerintah. Berbagai kebijakan telah ditelurkan. Seperti tak habis langkah.

Belakangan ini, kita juga bahkan kerap menerima video-video penegakan di lapangan yang boleh dibilang mengarah ke tindakan paling tegas.

Namun, masih saja tidak mudah meyakinkan masyarakat untuk menerapkan langkah paling mudah untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 yang bisa dimulai dari diri sendiri, yakni menjaga protokol kesehatan, termasuk menggunakan masker, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.

Saya tak menampik bahwa ada juga beberapa tindakan tegas di lapangan yang salah arah, yang justru membuat masyarakat makin apatis. Lalu, makin abai terhadap protokol kesehatan.

Telah Berpulang…   

Sejumlah remaja mengantre untuk mendapatkan vaksinasi di Kodim 0825 Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (16/7/2021). Vaksinasi itu menyediakan 3.700 dosis vaksin Sinovac untuk anak usia remaja mulai 12 hingga 17 tahun sebagai antisipasi jika sewaktu-waktu pempelajaran tatap muka dimulai kembali. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya

Alih-alih terkendali, situasi di lapangan justru kian bertambah parah. Dari hari ke hari. Jejaring penularan Covid-19 seperti tak pernah berakhir. Lihat saja angka penularan Covid-19 di luar Jawa dan Bali yang kini merangkak naik dan mulai masuk ke lingkup yang paling kecil, yaitu keluarga.

Anehnya, makin ke sini, sadar atau tidak sadar, kepedulian masyarakat pun justru kian kurang. Makin abai. Rasanya sulit sekali mengomunikasikan bahaya Covid-19 ke masyarakat, sehingga secara sadar mengambil langkah-langkah yang paling tepat untuk dirinya agar tidak terkena Covid-19.

Berbagai macam kampanye yang dilakukan rasanya seperti menemui jalan buntu karena tidak berdampak apa-apa. Kalaupun berdampak, bisa jadi cakupannya kecil sekali.

Terkadang, sejumlah penyesalan muncul. Jika sudah begini, banyak sekali pengandaian. Jika saja kondisi ini diatasi lebih cepat pada awal-awal kemunculan Covid-19, tentu kita tak sampai seperti pada situasi sekarang ini. Atau, jika saja dulu kita berani mengambil langkah berani, tentu kita pun tak akan menuju ke jurang yang sama seperti India.

Namun, rasanya pengandaian tersebut menjadi tidak relevan lagi. Toh, kita sudah sampai pada titik ini. Titik di mana makin banyak angka pasien positif dari hari ke hari. Yang per hari Kamis, kemarin, telah menembus rekor tertinggi selama masa pandemi.

Kita pun sudah sampai pada kondisi di mana tingkat keterisian rumah sakit selalu tinggi. Bahkan, penuh. Tak tertampung. Hingga harus ada korban yang berjatuhan karena terlambat penanganan oleh pihak rumah sakit.

Pun, kita sudah ada pada posisi susahnya mencari obat di pasaran. Kalaupun ada, harganya pun sudah melambung tinggi. Atau tabung oksigen yang juga susah dicari. Begitu ada, harganya pun bikin kita mengelus dada.

Kita pun juga sudah ada pada posisi memperebutkan susu kaleng yang diklaim mampu ‘menyelamatkan’ diri dari Covid-19. Stok tiba-tiba kosong dan menghilang dari rak-rak minimarket atau supermarket. Lalu, muncul penjual dadakan di berbagai marketplace dengan harga yang tidak masuk akal lagi.

Dan, kita pun sudah ada pada posisi di mana kita harus mengakui bahwa negara kita sedang tidak baik-baik saja.

Lalu, bagaimana dengan ekonomi kita?

Sampai pada kuartal I/2021, ekonomi nasional masih bergerak di jalur yang tepat. Setidaknya, kontraksi yang terjadi pada 3 bulan pertama tahun ini menjadi lebih kecil dibandingkan dengan 3 kuartal sebelumnya.

Sepanjang Januari-Maret 2021, ekonomi nasional tercatat hanya mengalami kontraksi 0,74 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, terjadi kontraksi sebesar 0,96 persen. Kendati masih minus, ekonomi nasional terlihat mulai bergerak ke arah positif.

Memasuki kuartal II/2021, masih ada optimisme akan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan bergerak pada teritori positif. Setidaknya hal itu terekam dalam data-data proyeksi pertumbuhan ekonomi pemerintah dan ekonom, dan kalau melihat sejumlah indikator selama periode kuartal II/2021, optimisme tersebut cukup beralasan.

Selanjutnya, yang paling menantang adalah kondisi ekonomi nasional pada kuartal III dan IV tahun ini, setelah memperhitungkan efek kebijakan PPKM Darurat yang sudah berjalan. Ancaman untuk kembali ke pertumbuhan negatif bisa saja terjadi, tergantung bagaimana kita meredam masalah kesehatan yang belum juga menemui ujungnya.

Belakangan muncul debat panjang soal perpanjangan PPKM Darurat karena melihat angka kasus positif yang tak kunjung turun. Terkait ini, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan telah mengungkapkan dengan jelas. “Ada tim yang mengamati, seberapa jauh kita boleh pergi… Kalau kita membengkokkan sesuatu, tentu harus ada batasnya. Kalau bengkok terus, ya patah.”

Telah Berpulang…   

Petugas kepolisian memeriksa dokumen perjalanan pengemudi yang akan melintas di pos penyekatan pembatasan menuju Jakarta di kawasan Kalideres, Jakarta, Jumat (16/7/2021). Pemerintah memberlakukan waktu pembatasan mobilitas masyarakat yang tersebar pada 100 titik menjadi dua yakni penyekatan pada pukul 06.00-10.00 WIB untuk pekerja sektor esensial dan kritikan serta penutupan pada pukul 10.00-22.00 WIB kecuali tenaga kesehatan, dokter dan kendaraan darurat yang diperbolehkan melintas. ANTARA FOTO/Fauzan

Pertanyaan selanjutnya yang muncul, bagaimana jika kondisi memang belum terkendali?

Situasi hari ini tentu menjadi tanggung jawab bersama. Mari bergotong-royong dalam hal yang baik. Demi keselamatan kita semua.

Kalau memang mobilitas masyarakat masih tinggi di tengah mengganasnya virus ini, bisa jadi satu-satunya alasan adalah karena solidaritas yang tidak pernah terjadi di lapisan masyarakat manapun di negeri ini. Semua tengah berjalan dengan egonya sendiri, menyelamatkan diri sendiri.

Covid-19, pada akhirnya bukan lagi sekedar virus berukuran 400–500 mikrometer. Akan tetapi, ini adalah sebuah penyakit perilaku. Penyakit yang bersumber dari ketidakpedulian, dengan akar yang paling mendasar, yaitu peduli pada sesama.

Kita mungkin telah menyaksikan begitu banyak papan nisan yang tertancap pada tanah segar akibat Covid-19. Namun, tentu saja, jangan sampai ada papan nisan begitu besar yang sedang tertancap di depan kita sendiri.

Telah berpulang, rasa kepedulian dan kemanusiaan kita semua …

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper