Bisnis.com, JAKARTA — Pakar Sosiologi Bencana dari Nanyang Technological University (NTU) Sulfikar Amir menegaskan rencana implementasi vaksin Gotong Royong Individu bakal menghambat laju kecepatan vaksinasi nasional. Padahal, pelaksanaan vaksinasi sebanyak 70 persen dari total populasi hingga akhir tahun 2021 masih relatif jauh dengan target yang ditetapkan.
Sulfikar berpendapat penerapan program vaksinasi berbayar itu tidak tepat dilakukan saat target herd immunity atau kekebalan komunitas belum tercapai. Alasannya, program itu bakal membuat penghalang yang bersifat finansial dan berpotensi menciptakan pasar vaksin tersendiri.
“Dia akan menciptakan pasar dan pasar ini akan menggerus pasokan yang dialokasikan buat vaksin gratis karena ada kepentingan profit di situ,” kata Sulfikar melalui pesan suara kepada Bisnis, Senin (12/7/2021).
Sulfikar menerangkan India memiliki model vaksinasi dua jalur yakni lewat distribusi gratis dan rantai penjualan pribadi. Dua langkah itu diambil India lantaran negara itu memiliki pasokan vaksin yang relatif stabil. Alasannya, India memiliki Serum Institute sebagai pabrik yang memproduksi vaksin AstraZeneca.
Belakangan, pendekatan vaksinasi lewat skema bisnis itu tidak dilanjutkan ketika India mengalami tsunami Covid-19 pada akhir April 2021 lalu.
“Kalau kita biarkan vaksinasi gotong royong individual ini terus berlangsung dia akan menggerus program vaksinasi gratis,” kata dia.
Baca Juga
Kendati demikian, dia menerangkan, program Vaksinasi Gotong Royong Individu itu dapat dikerjakan ketika realisasi vaksinasi di Tanah Air sudah menyentuh di angka 70 persen dari keseluruhan populasi. Di sisi lain, dia menggarisbawahi, saat itu juga pasokan vaksin mesti stabil.
“Program itu tidak akan merusak karena agenda utama sudah tercapai yaitu herd immunity,” tuturnya.
Sebelumnya, Plt Direktur Utama PT Kimia Farma Diagnostika Agus Chandra menambahkan, program vaksinasi individu ini baru akan dilakukan di klinik milik Kimia Farma di wilayah Jawa-Bali.
Namun, ke depannya dibuka kesempatan bagi fasyankes milik swasta yang sesuai kriteria untuk menjalankan program vaksinasi individu ini.
Selain di fasyankes, Kimia Farma juga berencana membuka titik-titik vaksinasi Covid-19 di tempat strategis seperti bandar udara maupun pusat perbelanjaan.
“Kami akan selalu mendekatkan diri ke masyarakat yang ingin divaksin. Vaksinasi ini sifatnya opsional, masyarakat bisa memilih. Degan adanya permintaan dari masyarakat, kami merespons dengan Permenkes yang baru bahwa vaksin individu sudah dibuka,” ujar Bambang.
Harga pembelian vaksin ditetapkan sebesar Rp321.660 per dosis dan tarif maksimal pelayanan vaksinasi sebesar Rp117.910 per dosis. Dengan demikian, jika dibutuhkan dua kali dosis, maka masyarakat harus membayar Rp643.320 untuk suntikan dan Rp235.820 untuk layanan atau secara total Rp879.140.