Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ingat! Pandemi Bukan Hanya Soal Angka. Ini Catatan Dokter Reisa

Jika waktu boleh diulang, saya lebih suka menghindari pandemi. Saya lebih memilih mencari cara mencegahnya terjadi.
Sebuah kalimat penyemangat tertulis di hazmat salah satu tenaga kesehatan di Rumah Sakit Darurat (RSD) Covid-19, Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Selasa (26/1/2021)./Antara
Sebuah kalimat penyemangat tertulis di hazmat salah satu tenaga kesehatan di Rumah Sakit Darurat (RSD) Covid-19, Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Selasa (26/1/2021)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Setahun bertugas sebagai juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, dokter Reisa Broto Asmoro menegaskan pandemi yang dihadapi masyarakat bukan sekadar angka.

Reisa mengungkapkan selama pandemi ada banyak masa berduka dan banyak lagi orang memiliki kisah lebih sedih dari yang dia alami.

“Meski, saya bersyukur kepada Tuhan karena telah mampu melewati setahun yang tidak mudah ini, tetapi jujur saja, jika waktu boleh diulang, saya lebih suka menghindari pandemi. Saya lebih memilih mencari cara mencegahnya terjadi,” ungkap Reisa pada Dialog KPCPEN, Senin (14/6/2021).

Pandemi Covid-19 telah masuk ke semua sendi kehidupan masyarakat secara dramatis. Mengubah hidup secara drastis, memberikan tantangan baru yang sebelumnya kita tidak pernah perkirakan. Namun, tetap harus dicari jawabannya.


Wabah telah merenggut para dokter, perawat, dan puluhan tenaga kesehatan terbaik yang berjuang tanpa lelah di garis depan untuk menyelamatkan nyawa orang lain.

“Ratusan dari mereka telah gugur, sebagiannya adalah kolega saya dan guru saya, sesama dokter. Kehilangan yang luar biasa yang sampai saat ini masih saya rasakan,” tuturnya.

Gugurnya para pejuang ini menjadi kerugian negara. Menjadi dokter di Indonesia, seseorang harus menghabiskan setidaknya enam tahun belajar. Belum lagi menjalani serangkaian pendidikan spesialis, pascasarjana, berbagai kursus, dan pemenuhan kualifikasi akademik lainnya. Semua harus mereka lalui untuk dapat disebut ahli di bidangnya. Mencetak dokter-dokter berikutnya bukanlah perjalanan singkat.

“Minggu ini menandai tahun pertama pengabdian saya sebagai juru bicara penanganan dan vaksinasi Covid-19 untuk pemerintah. Sekadar menyegarkan ingatan kita, perjalanan yang menempatkan saya di tempat ini dimulai oleh dua kasus positif ibu dan anak, tahun lalu, di Depok,” ungkap Reisa.

Ingat! Pandemi Bukan Hanya Soal Angka. Ini Catatan Dokter Reisa

Juru Bicara Pemerintah Dokter Reisa Broto Asmoro di Kantor Presiden, Senin (21/9/2020)./Youtube Setpres

Kasus pertama dan kedua Covid-19 di Indonesia ini memicu perdebatan tentang bagaimana masyarakat harus menanggapi kejujuran dan keberanian orang yang secara terbuka menyatakan status kesehatan mereka.

Covid-19 telah mengubah hidup mereka, terutama bagaimana privasi mereka, bahkan tetangga mereka, dilanggar media dan netizen, demi judul berita sensasional dan konten media sosial yang viral.

Masyarakat Turut Bekerja Sama

Ingat! Pandemi Bukan Hanya Soal Angka. Ini Catatan Dokter Reisa

Anggota Satuan Tugas Jogo Tonggo saat memantau rumah karantina untuk warga yang nekat mudik di Desa Sidomulyo, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (29/4/2021)./Antara

Stigmatisasi terhadap pasien Covid-19 tidak berumur lama. Hari ini, bersyukur banyak orang malah saling membantu dan mendukung tetangga mereka. Bahkan, masyarakat menyemangati orang-orang yang mereka tidak kenal sebelumnya, yang sedang melalui masa isolasi untuk sembuh dari infeksi.

“Sekarang kita telah melihat banyak inisiatif berdasarkan solidaritas tinggi, menulari berbagai kelompok di seluruh Indonesia, menular cepat sebagai virus yang baik. Mereka saling membantu bukan saja pasien Covid-19, tetapi juga membantu mereka yang terkena dampak krisis ekonomi,” imbuhnya.

Inisiatif Desa Tangguh dan Jogo Tonggo misalnya menjadi contoh virus baik yang menular. Inisiatif yang secara harfiah berarti menjaga tetangga adalah inspirasi Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat berskala Mikro (PPKM Mikro).

Dengan sebutan yang bervariasi di 34 provinsi, semangat yang sama untuk saling peduli dan mengawasi atau bahkan saling merawat anggota masyarakat yang membutuhkan telah meluas di seluruh pelosok negeri.

Pemerintah juga terus mencari cara untuk mencegah lebih banyak kematian dan memastikan masyarakat semakin aman dari ancaman virus Corona ini. Kapasitas pengujian sampel (testing) telah meningkat dari 10.000 menjadi lebih dari 50.000 sampel setiap hari.

Jumlah laboratorium telah berkembang menjadi sekitar 800 laboratorium di seluruh negeri. Ini adalah komitmen meningkatkan 3T (Testing,Tracing and Treatment) atau tes, telusur dan terapi yang ditekankan Presiden Joko Widodo sejak awal pandemi.

“Peningkatan ini dimungkinkan dengan dukungan dari puluhan ribu tracers atau petugas pelacak kasus yang merupakan gabungan dari tenaga kesehatan, polisi dan prajurit TNI. Ribuan relawan juga direkrut dan dilatih untuk mendukung tracing, dan berbagai tugas yang biasa diemban tenaga kesehatan,” jelas Reisa.

Mereka bertugas mulai dari penyedia layanan kesehatan tingkat terendah, seperti puskesmas sampai dengan di rumah sakit-rumah sakit rujukan.

Pandemi Renggut Fasyankes 

Pandemi telah mengambil alih hampir 90 persen dari layanan yang disediakan oleh fasilitas kesehatan tingkat manapun. Laporan terbaru menunjukkan bahwa penanganan pandemi menambah sekitar 40 persen beban kerja dan jam operasional puskesmas di seluruh Indonesia.

Setelah pemerintah mengamati arus mudik dan arus balik, rumah sakit kembali diminta untuk meningkatkan kapasitas mereka dengan menambah jumlah bangsal isolasi dan tempat tidur di ruang gawat darurat. Sejak Januari 2021, pemerintah memiliki hampir 1.000 rumah sakit rujukan, 10 kali lebih banyak daripada kondisi di fase awal pandemi.

Selain rumah sakit, Kementerian Kesehatan telah menambah lebih dari 8.500 tenaga kesehatan untuk memperkuat pelayan Kesehatan saat ini. Pasukan tambahan ini terdiri atas dokter umum , spesialis, perawat dan staf pendukung lainnya.

“Itulah sebagian dari statistik yang disenangi media. Angka-angka yang bisa berubah dalam semalam,” ungkap Reisa.

Tak Hanya Soal Mereka yang Tertular

Ingat! Pandemi Bukan Hanya Soal Angka. Ini Catatan Dokter Reisa

Sejumlah siswa SMK Negeri 47 Jakarta mengikuti pembelajaran tatap muka kedua yang dijadwalkan berlangsung 9 - 24 Juni 2021 di Jakarta, Rabu (9/6/2021)./Antara-Dewa Ketut Sudiarta Wiguna

Namun, harus diingat bahwa pandemi tidak hanya mempengaruhi mereka yang tertular. Mereka yang berdiam diri di rumah, rajin memakai masker dan cuci tangan pakai sabun sesuai anjuran juga tetap terdampak.

Kesulitan ekonomi melanda keluarga Indonesia ditambah dengan tantangan psikologis baru membantu anak-anak belajar daring sambil bekerja secara daring.

Dengan segala keterbatasan akses ke sekolah dan perubahan pola perilaku hidup, termasuk berubahnya pola asupan gizi, anak-anak dan populasi rentan lainnya juga dihadapkan dengan risiko kesehatan lainnya di luar Covid-19.

Sebelum pandemi, banyak rumah tangga Indonesia mampu membeli cukup protein dan nutrisi penting lainnya untuk anak-anak mereka. Namun saat para orang tua, pencari nafkah utama, harus tinggal di rumah sementara atau gajinya dipotong karena kehadiran di tempat kerja lebih sedikit, menu harian yang tersedia setiap waktu di masa lalu, tampaknya menjadi kemewahan pada saat ini.

Karena Puskesmas harus menyesuaikan jam operasional dan beban pekerjaannya, cakupan program imunisasi dasar rutin dengan tambahan asupan gizi untuk bayi baru lahir dan balita melorot drastis. Kondisi tersebut dapat menimbulkan masalah kesehatan di kemudian hari.

Rumah sakit pun banyak dihindari karena orang tua takut mendekati fasilitas tempat penderita Covid-19 dirawat. Banyak anak Indonesia yang tingkat kesehatannya saat ini tidak terpantau dengan baik. Risiko peningkatan kasus anak dengan gizi buruk, stunting, dan masalah kesehatan mental akan bermunculan apabila terus dibiarkan.

Kabar baiknya, orang Indonesia terbukti tangguh dalam menghadapi krisis. Mereka tidak akan membiarkan pemerintah untuk bekerja sendiri. Gotong-royong antarindividu dan komunitas adalah senjata rahasia di balik upaya mengatasi pandemi di negeri ini.

Reisa menyebutkan, mulai dari seorang siswa sekolah perawat mengajukan diri sebagai anggota tim “Cobra” di Wisma Atlet. Seorang stand-up komedian menggunakan ponselnya untuk membuat para penontonnya tertawa terpingkal-pingkal di rumah atau di fasilitas karantina pemerintah saat menjalani isolasi atau perawatan.

Ika Dewi Maharani, warga Surabaya, menjadi supir ambulans perempuan pertama yang mengantar pasien ke Wisma Atlet.

Di Padang, Sumatra Barat, sebuah kisah luar biasa telah diceritakan tentang dokter Andani Eka Putra, Kepala Penelitian Penyakit Menular dan Diagnostik Universitas Andalas.

Didorong mimpinya untuk melihat negara dan rakyatnya aman dari pandemi, dokter Andani menggunakan tabungan pribadinya sebesar Rp850 juta untuk membangun laboratorium pengujian sampel Covid-19. Dia membuka pintu labnya dan menyediakan pengujian sampel secara gratis.

Memasuki bulan keenam sejak program vaksinasi digulirkan, masyarakat Indonesia mengantre di pos dan sentra vaksinasi. Tidak hanya mengantre untuk dirinya sendiri, tetapi untuk mendampingi lansia, guru, dan tokoh agama divaksinasi.

Mobil, bus, ojek online, dan bahkan becak, digunakan untuk mengangkut lansia menemui petugas vaksinasi.

“Beginilah cara orang Indonesia mempersonifikasikan ungkapan, “tidak ada yang aman sampai semua orang aman [no one is safe until everyone is safe],” ujar Reisa.

Indonesia Beruntung

Ingat! Pandemi Bukan Hanya Soal Angka. Ini Catatan Dokter Reisa

Vent-I (Ventilator Indonesia)/Humas ITB

Masyarakat Indonesia adalah salah satu yang beruntung. Lebih dari 90 juta dosis Coronavac dari Sinovac , AstraZeneca dari Covax dan Sinopharm telah mendarat di bandara Soekarno Hatta dan sudah disuntikkan ke lebih dari dua puluh juta orang Indonesia.

Tidak berhenti di situ, berbagai perguruan tinggi berkomitmen mengembangkan Vaksin Merah Putih dalam rangka menguatkan kemandirian. Para ilmuwan dari Lembaga Molekuler Eijkman, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Airlangga, Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung dan Universitas Padjajaran berlomba mengembangkan vaksin produksi Indonesia.

“Pandemi mungkin sedikit melemahkan kita, tetapi juga telah menunjukkan resiliensi dan ketangguhan kita. Itulah hikmah dari serangkaian kegiatan komunikasi saya kepada publik sebagai jubir—bahwa bukan angka dan statistik yang paling penting, melainkan orang-orang, kisah ketangguhan manusia Indonesia adalah yang paling utama,” kata Reisa.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper