Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tax Amnesty Jilid II: Ketika 'Pendosa' Kembali Mengampuni Pendosa

Wacana tax amnesty jilid II tidak hanya mengingkari komitmen pemerintah, tetapi juga mengkhianati kesediaan wajib pajak (WP) yang ikut TA jilid 1.
Presiden Joko Widodo memberikan arahan saat sosialisasi terakhir tax amnesty di Jakarta, Selasa (28/2)./Antara-Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo memberikan arahan saat sosialisasi terakhir tax amnesty di Jakarta, Selasa (28/2)./Antara-Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA- Pemerintah kembali membuat kejutan. Kali ini, mereka memastikan akan membuka lagi pintu maaf bagi pendosa-pendosa pajak melalui implementasi pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II.

Bedanya skema pengampunan pajak jilid II ini tak dimasukan dalam amandemen UU Tax Amnesty sebelumnya. Tetapi lewat perubahan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau KUP. 

Entah sengaja disisipkan atau memang ada agenda terselubung dibalik wacana pelaksanaan TA jilid II. Yang jelas, rencana ini jauh dari prinsip keadilan dan jelas hanya menguntungkan sekelompok pengusaha atau orang kaya, yang seharusnya diperiksa jika tak membayar pajak dengan benar.

Selain itu, tax Amnesty jilid II juga bertentangan dengan komitmen pemerintah saat pelaksanaan tax amnesty jilid pertama 2016 - 2017 lalu. Waktu itu, hampir semua pejabat mulai dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, hingga Dirjen Pajak (kini mantan) Ken Dwijugiasteadi selalu kompak menyatakan bahwa pengampunan pajak adalah kebijakan sekali seumur hidup.

"Ungkap, tebus, lega," demikian pernyataan semua pejabat negara yang terhormat waktu itu.

Pernyataan itu sejatinya adalah sinyal dari pemerintah bahwa setelah ini, pengampunan akan ditutup, penegakan hukum jadi panglima. Tak ikut tax amnesty berarti siap menerima konsekuensi diperiksa hingga harus membayar sanksi 200 persen (Baca Pasal 18 UU Tax Amnesty). Itu idealnya, meskipun dalam pelaksanaannya pemerintah ibarat menjilat ludah sendiri. Lagi-lagi longgar dan memberikan relaksasi.

Di sisi lain, munculnya gagasan tax amnesty jilid II dan sepertinya bakal segera terealisasi, juga mengkhianati kesediaan wajib pajak (WP) yang telah rela berpartisipasi dalam program pengampunan pajak jilid I.

Memang tak bisa dipungkiri, bahwa kebijakan tax amnesty jilid II akan sedikit memberi oase bagi pemerintah yang sedang dahaga karena penerimaan pajak yang seret bahkan terkontraksi. Apalagi, capaian TA jilid I yang sangat dibanggakan pemerintah juga belum sesuai ekspektasi. 

Tetapi harus diingat, menjaga komitmen dan kepercayaan wajib pajak juga merupakan sesuatu yang paling substansial dalam sistem pajak self assessment. Kepercayaan WP terhadap pemerintah adalah kunci. Makanya konsistensi kebijakan sangat diperlukan. WP butuh kepastian, bukan kebijakan yang dalam istilah orang Jawa, esok tahu sore tempe alias tak konsisten.

Pemerintah seharusnya berkaca kepada pelaksanaan tax amnesy jilid I, yang sampai sekarang tindak lanjutnya tak pernah kelihatan dan jarang dipublikasi. Sudah sejauh mana TA menopang kepatuhan wajib pajak dan juga penerimaan pajak? Sudah berapa wajib pajak yang diperiksa pasca pelaksanaan TA? Apakah tax amnesty berhasil menyelamatkan APBN dari defisit? Jawabannya: Tidak!

TA Jilid I

Tax amnesty merupakan satu di antara sekian banyak terobosan kebijakan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla di bidang perpapajakan. Implementasi kebijakan tersebut merupakan rekonsiliasi antara wajib pajak dengan pemerintah.

Dengan kata lain, pemerintah bisa mendapatkan dana dalam sekejap untuk melanjutkan pembangunan. Sementara bagi WP, tax amnesty bisa menjadi peluang untuk memperbaki kepatuhan tanpa harus takut dikejar-kejar sanksi yang tinggi.

Selama sembilan bulan pelaksanaan kebijakan, pemerintah telah mengantongi data deklarasi harta senilai Rp4.884,2 triliun yang Rp1.036,7 triliun di antaranya berasal luar negeri. Selain itu, otoritas pajak juga mencatat adanya repatriasi aset senilai Rp146,7 triliun dan uang tebusan dari wajib pajak senilai Rp114,5 triliun.

Kendati demikian, pengampunan pajak tak hanya menyisakan cerita manis. Bisnis mencatat, dibalik limpahan data ribuan triliun tersebut ada beberapa hal yang patut menjadi catatan. 

Dari sisi tingkat partisipasi misalnya, jumlah wajib pajak yang ikut pengampunan pajak kurang dai 1 juta atau tepatnya hanya 973.426. Jumlah tersebut hanya 2,4% dari wajib pajak yang terdaftar pada tahun 2017 yakni pada angka 39,1 juta.

Sementara itu untuk uang tebusan, dengan realisasi Rp114,5 triliun jumlah tersebut masih di luar ekspektasi pemerintah yang sebelumnya berada pada angka Rp165 triliun. Realisasi repatriasi juga sama, dari janji yang dalam pembahasan di DPR sebesar Rp1.000 triliun, otoritas pajak ternyata hanya bisa merealisasikan sebesar Rp146,7 triliun.

Tak heran sebenarnya jika hampir 5 tahun pascapelaksanaan tax amnesty, tingkat kepatuhan WP juga masih jauh panggang dari api. Tak banyak berubah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Apalagi data kepatuhan pajak menunjukkan rasio kepatuhan WP masih pada angka 70%. Angka itu jauh dari standar yang ditetapkan OECD yakni pada angka 85%.

Selain itu, catatan miring yang menyelimuti pengampunan pajak adalah kenyataan bahwa program tersebut justru menjadi modus para kriminal untuk menghindar dari kewajiban perpajakan. Kabar inipun secara tidak langsung juga telah dikonfirmasi oleh salah satu pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan.

Tak heran jika melihat fakta-fakta tersebut, sejumlah pengamat mendorong otoritas pajak untuk melakukan penindakan hukum yang proporsional.

Beberapa waktu lalu beberapa pakar pajak menganggap idealnya setelah pengampunan pajak, tak ada lagi pengampunan pajak jlid 1 atau 2, penegakan hukum harus menjadi prioritas, terutama bagi WP yang tidak pernah atau setengah hati dalam mengikuti pengampunan pajak.

Penegakan hukum yang konsisten dan proporsional, tidak hanya memberi efek jera kepada WP tak patuh tetapi juga memberikan keadilan bagi WP yang telah memenuhi semua kewajiban yang diatur dalam peraturan perpajakan. Memberi relaksasi misalnya dengan melakukan tax amnesty jilid II justru memberikan insentif kepada ketidakpatuhan.

Dengan demikian, bola panas pun saat ini berada di tangan otoritas pajak. Berbagai senjata untuk mengoptimalkan kepatuhan sebenarnya telah dimiliki. Persoalannya sampai sekarang mereka telah gagal mengoptimalkan senjata yang disediakan oleh undang-undang. Penerimaan jeblok. Alhasil jurus Tax Amnesty Jilid II ditempuh demi kepentingan sesaat... miris..

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper