Bisnis.com, JAKARTA - Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) akan menentukan nasib enam tersangka perkara tindak pidana korupsi jual-beli saham izin usaha pertambangan (IUP) batu bara di Kabupaten Sorolangun, Provinsi Jambi hari ini Kamis (29/4/2021).
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Febrie Adriansyah menyebutkan bahwa penyidik Kejagung akan melakukan ekspos (gelar) perkara hari ini untuk menentukan nasib 16 perkara korupsi sudah masuk ke tahap penyidikan, tetapi mangkrak.
Menurutnya, salah satu perkara yang akan digelar hari ini adalah kasus korupsi jual-beli saham izin IUP batu bara Kabupaten Sorolangun, Provinsi Jambi yang sempat mangrak selama tiga tahun.
"Kasus korupsi batu bara Antam di Jambi itu akan masuk ekspose kita hari ini," tuturnya kepada Bisnis, Kamis (29/4/2021).
Menurut Febrie, jika tidak ada alat bukti yang cukup maka perkara korupsi IUP Batu Bara akan dihentikan. Namun, jika ada cukup bukti, maka penyidik akan melanjutkan kasus korupsi itu dan membawa keenam tersangka ke meja hijau.
Dia menjelaskan bahwa semula rencana ekspos 16 perkara korupsi itu digelar besok Jumat 30 April 2021, tetapi dimajukan jadi hari ini Kamis 29 April 2021. "Eksposnya kita majukan jadi hari ini," katanya.
Baca Juga
Dalam perkara yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp92,5 miliar itu, Kejagung telah menetapkan enam orang sebagai tersangka yang tidak kunjung ditahan sejak 7 Januari 2019.
Saat peristiwa korupsi itu terjadi, jabatan dan inisial para tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT Antam berinisial AL, Direktur Utama PT Indonesia Coal Resources berinisial BM, Komisaris Utama PT Citra Tobindo Sukses Perkasa sekaligus pemilik PT RGSR berinisial MT.
Kemudian, tersangka lain adalah Direktur Operasi dan Pengembangan PT Antam berinisial ATY, lalu Senior Manager Corporate Strategic Development PT Antam berinisial HW dan MH selaku Komisaris PT Tamarona Mas Internasional.
Perkara dugaan tindak pidana korupsi itu terjadi pada saat Direktur Utama PT. Indonesia Coal Resources bekerjasama dengan PT Tamarona Mas International selaku Kontraktor dan Komisaris PT Tamarona Mas International yang telah menerima penawaran penjualan atau pengambilalihan IUP operasi produksi batubara atas nama PT Tamarona Mas International seluas 400 hektare yang terdiri dari IUP OP seluas 199 hektare dan IUP OP seluas 201 hektare.
Kemudian, diajukanlah permohonan persetujuan pengambilalihan IUP OP seluas total 400 hektare itu kepada Komisaris PT ICR melalui surat No. 190/EXT-PD/XI/2010 tanggal 18 November 2010 kepada Komisaris Utama PT ICR perihal Rencana Akuisisi PT TMI dan disetujui dengan surat No. 034/Komisaris/XI/2010 tanggal 18 November 2010 perihal Rencana Akuisisi PT TMI.
Pada kenyataannya PT TMI mengalihkan IUP OP seluas 199 hektare dan IUP eksplorasi seluas 201 hektare sesuai surat Nomor: TMI-0035-01210 tanggal 16 Desember 2010 perihal Permohonan Perubahan Kepemilikan IUP Ekplorasi seluas 201 hektare dari PT TMI kepada PT Citra Tobindo Sukses Perkasa.
Tindakan tersebut bertentangan dengan hukum karena persetujuan rencana akuisisi PT TMI yang diberikan oleh Komisaris Utama PT ICR adalah aset properti PT TMI yang menjadi objek akuisisi adalah IUP yang sudah ditingkatkan menjadi operasi produksi sesuai dengan surat No. 034/Komisaris/XI/XI/2010 tanggal 18 November 2010 perihal Rencana Akuisisi PT TMI.
Selain itu, ada laporan penilaian properti/aset No. File: KJPP-PS/Val/XII/2010/057 tanggal 30 Desember 2010 dan Laporan Legal Due Deligence dalam rangka Akuisisi tanggal 21 Desember 2010. Perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp91,5 miliar.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 UU No. 31/1999 tentang Pembarantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.