Bisnis.com, JAKARTA – Chairman dan Founder Indonesia Water Institute Firdaus Ali menyebutkan bahwa potensi air bersih di Indonesia sebetulnya melimpah.
Namun potensi itu belum dimanfaatkan secara optimal karena ketersediaan infrastruktur yang minim.
Berdasarkan data IWI, Indonesia punya potensi 468,73 miliar meter kubik air, yang hanya bisa dimanfaatkan sebanyak 222,59 miliar meter kubik karena Indonesia tidak punya infrastruktur.
Potensi air sumbernya dihitung dari air yang turun ke permukaan dan curah hujan, dan dikurangi dengan yang menguap, dan air yang mengalir ke laut.
“Itu kita hitung berapa potensinya, berapa yang bisa dimanfaatkan. Untuk memanfaatkan ini kuncinya ada di infrastruktur,” terang Firdaus pada Workshop PWI secara virtual, Senin (19/4/2021).
Salah satu infrastruktur yang penting adalah bendungan. Dibandingkan dengan negara padat penduduk lain seperti China, India, dan Amerika Serikat, umumnya punya bendungan hingga ribuan.
Baca Juga
Sementara, Indonesia hanya punya 234 bendungan, dan sekitar 65 di antaranya baru dibangun beberapa tahun belakangan.
“Artinya infrastruktur kita sangat tertinggal jauh. Kita butuh infrastruktur, tapi untuk memenuhinya butuh pengorbanan, butuh pembebasan lahan, anggaran besar, dan sebagainya. Kalau bendungan selesai pun juga tetap masih jauh PR-nya,” ungkapnya.
Namun, masyarakat bisa membantu agar bisa memanfaatkan potensi air sebaik mungkin. Di antaranya dengan cara melakukan dur ulang air dan menampung air hujan.
“Biasanya orang yang punya akses ke air bersih perpipaan tidak menyadari tiap tetes yang dikeluarkan. Itu kesia-siaan yang besar kalau ada rumah tangga yang punya akses tapi tidak berhemat,” imbuhnya.
IWI mengimbau agar masyarakat mulai berupaya dari lingkup keluarga untuk menghemat air. Daur ulang air, tampung air hujan, dan lakukan berbagai praktik agar hidup di masa mendatang tak perlu memperebutkan sumber daya air yang makin terbatas.
Pasalnya, dengan kebiasaan pola perilaku menggunakan air di masyarakat yang punya akses saat ini, bisa-bisa cadangan air tanah menyusut dan kalau diteruskan, nasib Indonesia bisa sama dengan Etiopia.
“Mata air kita di pulau Jawa juga tidak lagi sustain, hanya sisa ratusan. Kita ada di ambang krisis yang lebih parah. Ini mengerikan,” kata Firdaus.
Dia mengatakan berdasarkan data 1 orang mengkonsumsi 150 liter per kapita per hari. Kalau tiap keluarga saja menerapkan prinsip penghematan seperti daur ulang air atau tampung air hujan, bisa memangkas setengahnya, bahkan bisa dipangkas jadi 50 liter per kapita per hari, walaupun di bawah standar WHO tetap bisa hidup sehat.
Firdaus juga mengimbau di sekolah-sekolah agar ajarkan ke anak-anak bahwa bahwa air di Indonesia tidak lagi berlimpah, dan negara ini tidak lagi kaya raya.
“Kasih tahu kita harus berjuang keras, kita tidak punya apa-apa terkait air bersih ini. Sehingga di masa depan mereka menghargai setiap tetes air yang dikeluarkan,” jelasnya.