Bisnis.com, JAKARTA - Pembelajaran jarak jauh yang sudah berlangsung selama lebih dari satu tahun menjadi persoalan tersendiri bagi Anita, ibu dari dua orang anak yang duduk di kelas 2 dan 5 SD.
Perempuan yang sehari-harinya bekerja sebagai penjaga warung makan di Bekasi itu mengeluhkan kesulitan anak-anaknya memahami materi pelajaran yang diberikan oleh gurunya secara daring.
“Anak-anak susah pahamnya, materinya kebanyakan kan [diberikan] lewat WhatsApp atau kadang-kadang [panggilan video] Zoom. Karena online ya pastinya nggak bisa sejelas [tatap muka] di sekolah ya, jadi setiap ada tugas pada bingung,” katanya ketika ditemui oleh Bisnis belum lama ini.
Anita mengungkapkan selama kedua anaknya mengikuti pembelajaran jarak jauh, dirinya mau tidak mau harus memberikan pendampingan.
Selain menjelaskan ulang materi pelajaran, dia juga harus membantu anak-anaknya mengerjakan dan mengumpulkan tugasnya.
“Ngumpulin tugas harus saya bantu, belum lagi bikin tugas yang video. Jadinya kewalahan saya, ngelayanin pembeli sama ngurusin anak-anak barengan. Belum lagi kuota [paket internet] yang boros banget,” ungkapnya.
Baca Juga
Oleh karena itu, Anita menyambut baik rencana pemerintah membuka kembali pembelajaran tatap muka pada Juli 2021 walaupun masih dilakukan secara terbatas.
Dia mengkhawatirkan masa depan anak-anaknya apabila pembelajaran terus menerus dilakukan secara daring.
“Itu aja banyak anak-anak tetangga yang dibiarin nggak ikut sekolah online karena orang tuanya nyerah. Kalau begitu terus masa depan anak-anak gimana,” katanya.
Rifqi, siswa SMK jurusan Teknik Kendaraan Ringan, juga menyambut baik pembukaan kembali pembelajaran tatap muka di sekolah.
Pasalnya, pembelajaran jarak jauh membuatnya kesulitan memahami materi pelajaran.
“Kalo online jujur saja susah [paham]. Apalagi materi-materi praktikum. Kalau di sekolah kan langsung praktik ada barangnya bisa saya kerjain langsung setelah dijelasin. Bingung ya bisa langsung tanya,” katanya kepada Bisnis.
Walaupun demikian, Rifqi boleh dikatakan sedikit beruntung dibandingkan teman-temannya. Dia diberikan kesempatan belajar menggunakan kendaraan milik tetangganya yang tak lain seorang juragan angkutan kota.
“Alhamdulillah boleh belajar bongkar-bongkar dasar pakai angkot tetangga. Tapi ya sebetulnya kurang pas juga, ini angkot tua masih teknologi lama, pakai karburator, sekarang yang dipakai kebanyakan bukan itu lagi,” tuturnya.
Apa yang dirasakan oleh Anita dan Rifqi diamini oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi, dia menyebut banyak keluhan yang datang dari orang tua hingga siswa terkait pembelajaran jarak jauh.
Sebagian besar diantaranya ingin pembelajaran tatap muka dimulai kembali walaupun dibayang-bayangi risiko terpapar Covid-19.
“Contoh kecil, survei di Kota Bogor 70-82 persen orang tua itu ingin sekolah tatap muka kembali. Tentunya dengan penerapan protokol kesehatan ketat,” katanya.
Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat itu mengungkapkan bahwa pihaknya juga melakukan survei ke sejumlah sekolah di Kota Hujan.
Sebanyak 250 sekolah menyatakan kesiapannya membuka kembali pembelajaran tatap muka, akan tetapi setelah diverifikasi hanya ada 170 yang memenuhi syarat.
“Komite sekolah ada yang sudah menyiapkan diri jadi Gugus Tugas Penanganan Covid-19. Mereka menyiapkan juga suasana sekolah yang menyenangkan walaupun tak bisa seperti sebelum pandemi,” ungkapnya.
Kendala dan Risiko
Lebih lanjut, Dede Yusuf menyebut pembukaan kembali pembelajaran tatap muka di sekolah masih menemui sejumlah kendala, khususnya kendala eksternal.
Salah satunya adalah masih banyaknya siswa yang menggunakan angkutan umum sebagai alat transportasi dan adanya anggota keluarga mereka yang punya penyakit bawaan di rumah.
“Angkutan umum banyak yang tidak menerapkan protokol kesehatan. Ada keluarga mereka di rumah yang punya komorbid. Ini perlu kerjasama pemerintah daerah, mengatur angkutan umum dan mendata masyarakat yang punya komorbid,” tegasnya.
Selain itu, khusus untuk siswa kelas 1 yang sejak pertama kali tahun ajaran baru belum pernah hadir ke sekolah juga dibutuhkan metode pembelajaran khusus.
Mereka perlu dikenalkan secara khusus bagaimana guru-guru, kondisi sekolah, dan tentunya mengenal teman-teman baru.
Adapun, bagi orang tua yang tidak mengizinkan anaknya mengikuti pembelajaran tatap muka lantaran adanya faktor risiko, Dede Yusuf mengatakan pihaknya sudah menyiapkan bantuan perangkat untuk mendukung pembelajaran jarak jauh.
“Komisi X DPR RI sudah menyiapkan bantuan subsidi untuk beli Tablet lokal, nantinya Tablet itu diberikan ke sekolah untuk dijadikan inventaris. Siswa yang membutuhkan boleh pinjam dengan syarat,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan pihaknya telah mengeluarkan kebijakan yang mempermudah sekolah menerapkan protokol kesehatan saat pembelajaran tatap muka dimulai kembali. Kebijakan yang dimaksud adalah fleksibilitas dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Fleksibilitas penggunaan dana BOS oleh sekolah, mau digunakan untuk beli masker, sabun cuci tangan, hand sanitizer, thermo gun silakan. Pembelajaran tatap muka harus tetap menerapkan protokol kesehatan, 50 persen kapasitas dan jam belajar diatur menggunakan sistem shift,” katanya.
Selain itu, untuk mengurangi penyebaran virus sekolah juga tidak diperbolehkan membuka kantin dan menyelenggarakan aktivitas ekstrakulikuler sampai kondisi benar-benar memungkinkan. Kemudian tidak ada paksaan bagi siswa untuk datang ke sekolah apabila mereka tidak mendapatkan izin dari orang tuanya.
Sekolah yang bisa menyelenggarakan pembelajaran tatap muka juga harus memenuhi persyaratan. Salah satu diantaranya adalah tenaga pengajar atau guru terlebih dahulu harus menerima vaksin.
“Risiko memang ada tetapi ada risiko lain juga yakni lost of learning satu generasi. Mungkin kalau di kota tidak seberapa, tetapi di daerah tertinggal ini karena pandemi Covid-19 sudah tertinggal makin tertinggal. Psikososial tertekan luar biasa,” katanya.
Di sisi lain, Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito mencatat 14 persen dari total kasus positif Covid-19 adalah kasus anak-anak usia sekolah, sehingga pembukaan sekolah harus dilakukan secara hati-hati.
Dia menegaskan ada beberapa hal penting yang perlu dibahas menyoal pembelajaran tatap muka di sekolah, salah satunya penularan ke orang tua siswa.
"Namun, jangan sampai pembukaan sekolah bisa menulari orang tua atau keluarga siswa yang mungkin memiliki komorbiditas 1 atau lebih,’’ ujarnya beberapa waktu lalu.
Wiku juga mengingatkan bahwa dari seluruh kasus Covid-19 di Indonesia, 14 persen diantaranya merupakan anak usia sekolah.
Berdasarkan kasus positif usia sekolah, terdapat kenaikan kasus secara nasional yang terpaut kelompok umur, meski positivity rate rendah.