Bisnis.com, JAKARTA - Inggris dan Uni Eropa mengambil tindakan bersama dengan Amerika Serikat serta Kanada untuk menjatuhkan sanksi kepada pejabat senior China yang terlibat dalam penahanan massal umat Muslim Uighur di provinsi Xinjiang.
Tindakan itu merupakan yang pertama dilakukan negara Barat terhadap Beijing sejak Joe Biden menjabat sebagai presiden AS. Langkah itu juga menandai pertama kalinya dalam tiga dekade Inggris maupun Uni Eropa menghukum China karena pelanggaran hak asasi manusia.
Keduanya sekarang akan bekerja keras untuk menahan potensi dampak politik dan ekonomi. China pun segera membalas dengan memasukkan anggota parlemen, diplomat dan lembaga pendukungnya ke dalam daftar hitam.
AS dan Kanada juga menjatuhkan sanksi pada beberapa pejabat senior China sebagai bagian dari tekanan terkoordinasi. Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab, mennyebut perlakuan China terhadap minoritas Uighur adalah penahanan massal terbesar terhadap kelompok etnis dan agama sejak perang dunia kedua.
"[Bukti penindasan di Xinjiang] jelas dan tidak bisa dibantah", katanya sepedti dikutip TheGuardian.com, Selasa (23/3/2021).
Sanksi akan segera dijatuhkan termasuk larangan perjalanan dan pembekuan aset terhadap empat pejabat China, kata Raab kepada anggota parlemen.
Baca Juga
"Di tengah meningkatnya kecaman internasional, [China] terus melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Xinjiang," kata Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken.
Dia menambahkan bahwa pihaknya akan terus berdiri bersama sekutu AS di seluruh dunia dalam menyerukan diakhirinya segera kejahatan China dan keadilan bagi banyak korban.
Sementara itu, Duta Besar China untuk Uni Eropa, Zhang Ming, telah memberikan peringatan sebelumnya bahwa akan ada tindakan balasan, termasuk terhadap organisasi yang menyebarkan 'kebohongan' tentang situasi di Xinjiang. China juga mengatakan akan memberikan sanksi kepada 10 individu Uni Eropa dan empat entitas.