Bisnis.com, JAKARTA—Pelaku aksi unjuk rasa di Myanmar kian tidak peduli dengan ancaman militer dan jumlah pelakunya kini mencapai ratusan ribu untuk memprotes kudeta militer.
Kegiatan bisnis ditutup ketika karyawan bergabung dengan pemogokan umum, meskipun ada pernyataan militer yang mengatakan pengunjuk rasa sedang mempertaruhkan hidup mereka dengan turun ke jalan.
Polisi membubarkan kerumunan di ibu kota, Nay Pyi Taw, dan sebuah truk meriam air terlihat bergerak mendekati para pengunjuk rasa. Myanmar mengalami beberapa minggu aksi protes setelah kudeta pada 1 Februari lalu.
Pemimpin militer menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi dan kemudian menempatkannya di bawah tahanan rumah. Dia dituduh memiliki walkie-talkie ilegal dan melanggar Undang-Undang Bencana Alam negara itu.
Pernyataan dari militer yang disiarkan oleh stasiun televisi negara MRTV menyatakan bahwa pengunjuk rasa "sekarang mulai menghasut rakyat, terutama remaja dan pemuda yang emosional, ke jalur konfrontasi di mana mereka bisa kehilangan nyawa".
Peringatan itu muncul setelah setidaknya dua orang tewas dalam aksi protes pada Minggu yang disebut sebagai aksi kekerasan terburuk Sejak tiga minggu demonstrasi seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Senin (22/2/2021).
Baca Juga
Para pengunjuk rasa menuntut diakhirinya kekuasaan militer dan ingin San Suu Kyi dibebaskan, bersama dengan anggota senior partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
Tekanan asing terhadap para pemimpin militer juga tinggi. Dalam pidatonya pada hari Senin nanti, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab akan menuntut pembebasan Suu Kyi.
Sejumlah media lokal men-tweet gambar kerumunan besar-besaran yang berkumpul di berbagai bagian negara.