Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mengajukan praperadilan atas penanganan kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19. Praperadilan tersebut diajukan MAKI terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat (19/2/2021).
"Hari ini, Jumat tanggal 19 Februari 2021 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan MAKI selaku Pemohon telah melakukan pendaftaran gugatan Praperadilan melawan KPK selaku Termohon," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman dalam keterangannya, Jumat (19/2/2021).
Boyamin menjelaskan bahwa gugatan ini diajukan lantaran KPK dinilai telah menelantarkan penanganan kasus bansos ini. Hal ini didasarkan pada tidak dijalankannya seluruh izin penggeledahan yang telah diterbitkan Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Menurut Boyamin tim penyidik baru melakukan sekitar lima kali penggeledahan. Hal ini dinilai menghambat rampungnya berkas perkara mantan Menteri Sosial Juliari P. Batubara dan dua mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemsos Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono selaku tersangka penerima suap.
"Bahwa dalam penanganan perkara tersebut diduga Termohon menelantarkan 20 izin penggeledahan yang telah dikeluarkan oleh Dewas KPK yang mengakibatkan belum lengkapnya berkas perkara para tersangka lainnya sehingga belum dapat dilimpahkan berkas perkara untuk segera disidangkan. Bahwa diduga ada 20 izin penggeledahan yang dikeluarkan oleh Dewas KPK untuk keperluan penanganan perkara tersebut, namun sampai saat ini Termohon KPK tidak melaksanakan seluruh izin tersebut," ucap Boyamin.
Dalam gugatannya MAKI pun mempertanyakan lambannya KPK dalam memeriksa Ihsan Yunus. Padahal, tim penyidik telah menggeledah rumah orangtua Ihsan Yunus, dan memeriksa adik Ihsan Yunus Rakyan Ikram.
Baca Juga
Bahkan, dalam rekonstruksi perkara yang dilakukan KPK terungkap pemberian uang sebesar Rp 1,5 miliar dan dua unit sepeda merk Brompton kepada Ihsan melalui Agustri Yogasmara yang disebut sebagai operator Ihsan Yunus.
Tim penyidik sebenarnya telah mengagendakan pemeriksaan terhadap Ihsan Yunus yang kini duduk di Komisi II DPR, pada Rabu (27/1/2021). Namun, pemeriksaan itu urung dilakukan dengan alasan surat panggilan pemeriksaan belum diterima Ihsan.
"Termohon melalui Plt Jubir Ali Fikri memberikan rilis berita yang berisi KPK telah memanggil Ihsan Yunus namun kenyataannya adalah tidak ada bukti apapun telah terjadi pemanggilan kepada Ihsan Yunus sehingga nampak Termohon tidak serius dan main-main menangani perkara korupsi penyaluran Sembako Bansos Kemsos," katanya.
Menurut Boyamin, ditelantarkannya penggeledahan dan tidak diperiksanya Ihsan Yunus telah menghambat penanganan perkara. Boyamin pun menyebut tindakan-tindakan tersebut sebagai bentuk penghentian penyidikan kasus suap bansos secara materiel, diam-diam, menggantung dan menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap Tersangka lainnya.
Oleh karena itu, MAKI meminta PN Jaksel menyatakan penghentian penyidikan secara diam-diam yang dilakukan KPK tersebut tidak sah dan batal demi hukum. Pihaknya juga meminta PN Jaksel untuk memerintahkan KPK melanjutkan proses hukum kasus ini dengan menjalankan seluruh izin penggeledahan yang diterbitkan Dewas dan memeriksa Ihsan Yunus.
"Memerintahkan secara hukum Termohon melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketetentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu segera melakukan tindakan penggeledahan sebagaimana 20 izin yang telah dikeluarkan oleh Dewas KPK dan melakukan pemanggilan atas Ihsan Yunus, melakukan penyelesaian penanganan penyidikan, dan melimpahkan berkas perkara kepada jaksa penuntut umum pada KPK," kata Boyamin.