Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau Koordinator MAKI Boyamin Saiman untuk melaporkan temuan terkait dugaan peristiwa korupsi dalam rangakaian kasus suap bantuan sosial Covid-19.
Diketahui, terdapat dugaan adanya 'monopoli' penunjukan perusahaan penyalur sembako bansos Kemensos yang saat ini diproses KPK.
Boyamin mengatakan perusahaan tersebut semata mata berdasar penunjukan dengan istilah 'Bina Lingkungan'. Hal itu lantaran penunjukan perusahaan diduga tidak berdasar kemampuan, pengalaman dan kompetensi sehingga dalam menyalurkan sembako menimbulkan mark down (penurunan kualitas dan harga) yang sangat merugikan masyarakat.
"Untuk itu kami silakan Boyamin Saiman sebagai bagian dari masyarakat yang mengaku mengetahui adanya dugaan peristiwa korupsi tersebut dapat melaporkan langsung kepada KPK melalui Pengaduan Masyarakat KPK atau call center 198," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu (3/2/2021).
Ali mengatakan pihaknya berharap kami laporan temuan tersebut bukan sekedar informasi namun disertai data awal yang kemudian bisa dikonfirmasi kepada pihak-pihak lain.
"Karena untuk menjadi fakta hukum dalam proses penyelesaian perkara tentu harus berdasarkan alat bukti menurut hukum bukan sekedar rumor, asumsi dan persepsi semata," ucap Ali.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Mensos Juliari Peter Batubara dan empat tersangka lainnya sebagai tersangka suap terkait program bantuan sosial penanganan virus corona (Covid-19)
Keempat tersangka lainnya dalam kasus ini adalah, pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.
Selaku penerima, Juliari, Adi dan Matheus dijerat Pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, selaku pemberi, Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.