Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengusut pihak lain yang terlibat dalam kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun anggaran 2020.
Hingga saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan lima orang sebagai tersangka, salah satunya mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan terdapat dugaan penunjukan perusahaan penyalur sembako bansos Kemensos yang saat ini diproses KPK.
Dia mengatakan perusahaan tersebut semata-mata berdasar penunjukan dengan istilah 'Bina Lingkungan'.
"Karena diduga tidak berdasar kemampuan, pengalaman dan kompetensi dalam menyalurkan sembako," kata Boyamin dalam keterangannya, Rabu (3/2/2021).
Menurut Boyamin, ketoledoran tersebut menimbulkan dugaan penurunan kualitas sembako dan harga. Alhasil, merugikan masyarakat dan negara.
Baca Juga
"Perusahaan tersebut antara lain adalah PT SPM mendapat paket 25.000, pelaksana AHH; PT ARW mendapat paket 40.000, pelaksana FH, PT TIRA , paket 35.000, pelaksana UAH dan PT TJB, paket 25.000, pelaksana KF," ujarnya.
Boyamin menyatakan diduga masih terdapat 8 perusahaan lain yang mendapat fasilitas Bina Lingkungan. Alhasil, kurang lebih 12 perusahaan mendapat fasilitas.
"Bahwa perusahaan tersebut mendapat fasilitas Bina Lingkungan diduga berdasar rekomendasi dari oknum pejabat eselon I Kemensos dan oknum politisi anggota DPR diluar yang selama ini telah disebut media massa," ujarnya.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Mensos Juliari Peter Batubara dan empat tersangka lainnya sebagai tersangka suap terkait program bantuan sosial penanganan virus Corona (Covid-19)
Keempat tersangka lainnya dalam kasus ini adalah, pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.
Selaku penerima, Juliari, Adi dan Matheus dijerat Pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, selaku pemberi, Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.