Bisnis.com, JAKARTA - Jaksa Agung ST Burhanuddin memaparkan bahwa skandal korupsi Asabri lebih besar dibandingkan korupsi Jiwasraya.
Jika menilik penghitungan potensi kerugian negara menurut audit dari BPK, nilai kerugian negara akibat korupsi Asabri bisa mencapai Rp22 triliun. Sementara menurut penghitungan BPKP nilainya hanya Rp17 triliun.
"Kami pakai yang BPK, nilainya lebih dari Rp22 triliun, pelakunya sama dengan kasaus Jiwasraya," ungkap Burhanuddin, Selasa (26/1/2020).
Burhanuddin memaparkan bahwa sejauh ini ada 7 calon tersangka yang akan ditetapkan. Namun, jumlah itu kemungkinan bisa bertambah, karena perkara itu masih terus didalami.
"Kami akan terus mendalami kasus itu meskipun ini berat, tetapi kasus ini lebih besar dari skandal Jiwasraya," jelasnya.
Dalam catatan Bisnis, laporan BPK menunjukkan bahwa potensi kerugian Asabri lantaran mengalihkan investasinya dari deposito, baik ke penempatan saham secara langsung maupun ke reksa dana, sejak 2013 mencapai Rp16 triliun.
Pada 2017, penempatan dana Asabri di portofolio saham mencapai Rp5,34 triliun dan reksa dana Rp3,35 triliun. Sedangkan investasi deposito tersisa Rp2,02 triliun.
Asabri juga diduga membeli saham gorengan dengan nilai Rp802 miliar. Akibatnya, pada 2018 dan 2019, Asabri mencatatkan potensi kerugian yang cukup dalam.
Sebelum hal itu terjadi, pada 31 Oktober 2017, Heru Hidayat, salah satu terdakwa kasus Jiwasraya, menemui Direktur Utama Asabari saat itu, Letnan Jenderal (Purnawirawan) Sonny Widjaja. Ia menawarkan solusi atas investasi bermasalah.
Heru bahkan mengklaim telah membereskan masalah yang serupa di Jiwasraya. Padahal investasi Jiwasraya di tangan Heru, justru mengalami penurunan nilai cukup besar dan tidak likuid.
Sedangkan, dugaan keterlibatan Benny Tjokrosaputro adalah dia yang membujuk Direksi Asabari agar menempatkan dana asuransi yang dihimpun para prajurit di saham-saham perusahaannya hingga Rp 3,5 triliun sejak 2012.