Bisnis.com, JAKARTA - Sektor konstruksi dan pertambangan disebut sebagai dua sektor paling rawan korupsi di Indonesia, menurut sebuah survei. Kedua sektor ini juga lebih cenderung mengubah laporan keuangan dan menyembunyikan beban biaya serta keuntungan yang sebenarnya.
Menurut laporan survei bertajuk Paying bribes in Indonesia: A survey of business corruption, sekitar sepertiga dari perusahaan telah diminta untuk melakukan pembayaran tidak sah kepada pejabat negara.
Survei itu mewawancarai 672 perwakilan bisnis di Indonesia antara Juli 2019 hingga Februari 2020. Survei dilakukan lewat kerja sama dengan Lembaga Survei Indonesia dan didanai oleh Departemen Urusan Luar Negeri dan Perdagangan Australia.
Perwakilan bisnis berasal dari tujuh sektor utama yaitu perkebunan, pengolahan, manufaktur, konstruksi, perdagangan, logistik, dan keuangan. Adapun lokasi usaha berada di sembilan provinsi yang menyumbang 70 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
"Secara keseluruhan, sekitar 33,2 persen perusahaan melaporkan bahwa mereka diminta membayar biaya di luar persyaratan [pungutan liar, biaya fasilitasi, atau uang keamanan], 30,6 persen melaporkan telah membayar biaya tersebut, dan 35,7 persen percaya biaya seperti itu biasa terjadi [di sektor usaha mereka]," demikian kutipan laporan yang ditulis Paul Kenny dan Eve Warburton, sebagaimana dikutip Bisnis, Sabtu (23/1/2021).
Baca Juga
Paul Kenny dan Eve Warburton menyimpulkan, survei yang mereka lakukan menunjukkan bahwa intensitas korupsi di Indonesia bervariasi dari sektor ke sektor lain. Secara khusus, seperti terjadi di banyak negara, sektor konstruksi maupun pertambangan sangat rentan terhadap permintaan suap dari pejabat negara.
Di Indonesia, kedua sektor ini menyumbang sekitar 20 persen terhadap PDB sehingga kebocoran dari keuntungan perusahaan berpotensi menimbulkan dampak yang lebih luas bagi perekonomian di Indonesia.
"Yang juga penting, perusahaan di sektor ini lebih cenderung memanipulasi laporan keuangan mereka dan menyembunyikan biaya dan keuntungan yang sebenarnya," tulis Kenny dan Warburton.
Kedua akademisi itu menyarankan pemerintah memperkuat badan pengawas dan pengawasan di setiap sektor. Survei menunjukkan, entitas bisnis di Indonesia lebih menyukai penegakan hukum yang independen. Para pengusaha di Indonesia menurut survei mempercayai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka juga bersedia berinvestasi untuk pekerjaan pengawas independen seperti KPK.
"intervensi antikorupsi Indonesia harus dirancang di tingkat sektor, harus dipimpin oleh KPK yang independen, dan harus melibatkan pelaku usaha utama di setiap sektor," saran Kenny dan Warburton.