Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat ke-46 yang baru saja dilantik, Joe Biden, dikabarkan bakal segera membahas upaya diplomasi untuk memperpanjang dan memperkuat pembatasan nuklir di Iran dengan mitra dan sekutu asing.
Dilansir Antara, Kamis (21/1/2021), rencana pembahasan itu diungkapkan juru bicara Gedung Putih Jen Psaki.
Menurutnya, Biden telah menyatakan bahwa jika Teheran melanjutkan kepatuhan secara ketat pada perjanjian nuklir 2015, maka AS juga akan melakukannya.
Perjanjian nuklir 2015 itu mengatur bahwa Iran menahan program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi ekonomi.
"Presiden telah menjelaskan bahwa dia percaya bahwa melalui diplomasi lanjutan, Amerika Serikat berusaha untuk memperpanjang dan memperkuat pembatasan nuklir di Iran serta mengatasi masalah lain yang menjadi perhatian. Iran harus melanjutkan kepatuhan terhadap kesepakatan itu," kata Psaki dalam sebuah pengarahan.
Seperti diketahui, Mantan Presiden AS, Donald Trump meninggalkan kesepakatan nuklir tersebut pada 2018. Sebagai balasan, Iran telah secara bertahap melanggar pembatasan-pembatasan utama, membangun cadangan uranium yang dikembangkannya, memperkaya uranium ke tingkat kemurnian yang lebih tinggi, dan memasang sentrifugal dengan cara yang dilarang oleh kesepakatan tersebut.
Baca Juga
Pada Selasa (19/1/2021), calon menteri luar negeri pilihan Biden, Antony Blinken, mengatakan Washington tidak harus cepat-cepat memutuskan apakah AS akan bergabung kembali ke dalam kesepakatan nuklir.
Biden perlu melihat dulu apa yang sebenarnya dilakukan Iran untuk melanjutkan langkah kepatuhan pada pakta tersebut.
Adapun, Joe Biden akhirnya resmi dilantik sebagai Presiden ke-46 Amerika Serikat (AS) menggantikan Donald Trump. Dengan meletakkan tangan di atas Alkitab pusaka yang dimiliki keluarganya selama lebih dari satu abad, Biden menyatakan sumpah jabatan Presiden AS, pada Rabu (20/1/2021) waktu setempat.