Bisnis.com, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut bahwa pelaku tindak pidana korupsi masih didominasi oleh kasus-kasus yang melibatkan pejabat pemerintahan, kepala daerah, dan BUMN.
Kepala PPATK, Dian Ediana Rae, mengatakan hasil analisis lembaganya menunjukkan bahwa modus kejahatan yang paling banyak dilakukan oleh para koruptor adalah penerimaan gratifikasi atau suap, perizinan, hingga pengadaan barang dan jasa.
Menariknya, dalam kasus tertentu, upaya penelusuran transaksi keuangan menunjukkan adanya peran professional money launderer dalam membantu proses pencucian uang harta hasil tindak pidana korupsi.
Mereka, kata Dian, umumnya memanfaatkan perbedaan peraturan perundang-undangan domestik dengan peraturan perundang-undangan negara lain (regulatory arbitrage), termasuk rekayasa keuangan dan rekayasa hukum.
"Selain membantu proses penegakan hukum tindak pidana korupsi, PPATK bersama stakeholder terkait juga berupaya melakukan langkah-langkah strategis dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi," kata Dian dikutip, Jumat (15/1/2021)
Adapun jika dikelompokkan, tindakan pencegahan korupsi yang didorong oleh PPATK bisa mencakup tiga aspek.
Pertama, pembangunan database Politically Exposed Persons (PEPs) yang sejalan dengan semangat dari Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Kedua, ikut serta membantu KPU dan Bawaslu dalam menjaga Pemilu dan Pemilukada yang bersih dari politik uang maupun harta hasil tindak pidana.
"Hal ini untuk menjawab keinginan masyarakat akan lahirnya para pemimpin yang amanah, sekaligus untuk memastikan bahwa harta hasil tindak pidana tidak dimanfaatkan untuk menentukan hasil Pemilu dan Pemilukada," imbuh Dian.
Ketiga, ikut serta dalam membantu seleksi pejabat strategis pemerintahan dan BUMN dengan melakukan penelusuran rekam jejak transaksi keuangan peserta seleksi.