Bisnis.com, JAKARTA - Proses revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (Pemilu) mulai mendapat sorotan. Pasalnya, revisi UU Pemilu sering diubah dan disesuaikan dengan kepentingan politik penguasa.
Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus menekankan bahwa sebaiknya UU Pemilu tidak direvisi tiap lima tahun sekali. Dia berharap revisi UU Pemilu kali ini bisa dioptimalkan untuk jangka yang lebih panjang dan bukan mengakomodir situasi dan kepentingan tertentu mengikuti siklus lima tahunan saja.
UU Pemilu, kata dia, idealnya dievaluasi setelah berjalan tiga atau lima kali pemilu. Hal itu penting agar tidak ada kesan mengubah regulasi pemilu demi kepentingan politik.
"Kami selalu me-review undang-undang itu. Bagaimana kedepannya kita membuat tradisi, hasil terhadap revisi undang-undang itu, bisa digunakan 3 hingga 5 kali pemilu. Itu merupakan komitmen kami di Komisi II," kata Guspardi dikutip dari laman resmi DPR, Selasa (12/1/2021).
Politisi Fraksi PAN menganggap jika UU Pemilu kerap gonta ganti dan direvisi menjelang pemilu, akan menimbulkan kesan adanya kepentingan politik sesaat terutama dari partai-partai besar yang berkuasa.
Untuk itu, Komisi II sudah mempunyai komitmen dan itu sudah membangun dengan harapan revisi UU Pemilu kedepan harus continuity dan didorong berdasarkan kebutuhan obyektif demi kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar.
"Jangan sampai demokrasi Indonesia dicederai dengan praktik revisi regulasi demi kepentingan jangka pendek partai politik atau siapapun," tukasnya.