Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Agama menegaskan bahwa penetapan kehalalan produk tetap menjadi kewenangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) meski Undang-Undang Cipta Kerja telah disahkan.
Hal itu diungkapkan Sukoso, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag, menyusul beredarnya informasi keliru di media sosial dalam beberapa hari terakhir yang menyatakan bahwa kewenangan MUI itu digantikan perannya oleh BPJPH.
“Fatwa penetapan kehalalan produk tetap menjadi kewenangan Majelis Ulama Indonesia,” tegasnya, seperti dikutip dari keterangan resmi Kemenag, Kamis (7/1/2021).
Terbitnya UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja, jelas Sukoso, tidak mengubah kewenangan MUI dalam penetapan kehalalan produk. Dia memerinci, Pasal 33, UU No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal mengatur bahwa penetapan kehalalan produk dilakukan oleh MUI melalui pelaksanaan Sidang Fatwa Halal.
Sukoso menjelaskan bahwa ketentuan yang sama ditegaskan juga dalam Pasal 33, UU Cipta Kerja, yakni penetapan kehalalan produk dikeluarkan oleh MUI melalui Sidang Fatwa Halal.
"Jadi jelas, baik UU JPH maupun UU Cipta Kerja, keduanya sama-sama mengatur bahwa penetapan kehalalan produk menjadi kewenangan MUI," lanjutnya.
Baca Juga
Sukoso mengajak kepada pihak-pihak yang memiliki penafsiran keliru tentang regulasi Jaminan Produk Halal agar benar-benar memahami seluruh peraturan perundang-undangan JPH yang ada. Bila tidak, sebut dia, maka persepsi keliru mereka akan menyesatkan pemahaman masyarakat yang menerima informasi tersebut.
"Sebaliknya, dengan pemahaman yang tepat dan sejalan dengan regulasi, maka mereka justru dapat ikut berpartisipasi dalam menyosialisasikan jaminan produk halal dengan tepat kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," imbau Sukoso dalam keterangan resmi tersebut.