Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah awak kapal perikanan asal Indonesia terjebak di perairan China. Hal ini diungkap Koordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan yang mengelola Fishers Center Bitung dan Tegal.
Dia menyebut 5 awak kapal perikanan telah menyelesaikan kontrak kerjanya di kapal berbendera China, tetapi kapalnya tidak bisa merapat ke pelabuhan di Negeri Tirai Bambu itu karena pandemi virus corona (Covid-19).
Selain tidak bisa merapat, mereka juga melaporkan sejumlah tindakan tidak manusiawi yang diterima selama bekerja di kapal China dan tindakan sejumlah agen Indonesia yang tidak membayarkan gaji.
"Mereka terindikasi sebagai korban kerja paksa dan perdagangan orang yang kemudian terjebak di perairan China dan belum bisa kembali ke tanah air," ujar Abdi dalam pesan singkatnya, Rabu (6/1/2020/1).
Menurut laporan yang diterima, korban atas nama FH telah bekerja selama 24 bulan dengan gaji USD300/bulan namun baru menerima gaji sebesar Rp4,1 juta. Selama bekerja di kapal, FH mengalami 3 kali pindah kapal yang berbeda-beda walaupun masih bendera China. Ke-5 pelapor tersebut diberangkatkan oleh manning agent Indonesia yaitu PT MSI, PT JBP, PT NA dan PT GMA.
Selain itu ada juga pelapor yang selama bekerja, kerap kali mendapat intimidasi dan ancaman dari kapten dan sesama awak kapal asal China. "Makanan yang diberikan tidak manusiawi bahkan untuk minum pun harus mengkonsumsi air dari kran pencuci piring yang airnya sudah berwarna kuning," kata Abdi.
Dari aduan ini, pihaknya akan mengadu ke Kementerian Luar Negeri untuk dapat ditindaklanjuti. Dia berharap, Kementerian Luar Negeri dan otoritas terkait dapat berkoordinasi untuk memulangkan sejumlah awak kapal perikanan asal Indonesia tersebut.
“Menurut informasi dari pelapor terdapat sekitar 51 orang awak kapal perikanan Indonesia yang saat ini terkatung-katung di laut China dan tidak bisa turun ke pelabuhan," sebut Abdi.
Pengelola Fishers Center Bitung, Laode Hardiani menambahkan bahwa salah satu korban berinisial MD melaporkan kondisi selama bekerja di kapal, beberapa dokumen pribadi yang sangat penting ditahan oleh perusahaan. "Ijazah, BST, KTP, Kartu Keluarga, akte kelahiran saat ini ditahan dan dalam penguasaan manning agent Indonesia," beber Laode.
Pelapor MD juga mengalami pemotongan gaji selama 9 bulan. Dari 24 bulan kontrak kerja, MD baru dibayarkan gajinya 15 bulan. "Gaji 9 bulan dan uang jaminan US$1.000 masih ditahan oleh manning agent," sebut Laode.