Bisnis.com, JAKARTA - Pejabat keuangan G20 tengah berupaya keras untuk menyelesaikan kerangka umum untuk menangani masalah utang negara-negara termiskin di dunia.
Hal ini akan dibahas dalam pertemuan para pemimpin G20, Jumat (13/11/2020) dan para pemimpin G20 diharapkan akan memberikan persetujuan terhadap kerangka ini minggu depan.
Setelah disetujui pada prinsipnya oleh para pemimpin G20 bulan lalu dan disahkan oleh kreditor resmi Paris Club, kerangka tersebut pada dasarnya akan memperluas aturan kelompok kreditor informal untuk memasukkan China.
Seperti diketahui, China menyumbang 63 persen dari keseluruhan utang negara-negara G20 pada tahun 2019, mengutip ke data Bank Dunia.
"Kami berharap untuk melanjutkan kerangka kerja bersama ini, dan ini adalah langkah yang sangat penting untuk memiliki koordinasi kreditor ini di tingkat G20. Idenya adalah bahwa ini akan diselesaikan pada saat pertemuan para pemimpin," Ujar Ceyla Pazarbasioglu, Direktur Departemen Strategi, Kebijakan dan Tinjauan (SPR) Dana Moneter Internasional, seperti dikutip dari Investing dan Reuters, Jumat (13/11/2020).
Dia mengatakan kerangka itu penting karena mencakup China, dan akan membantu memastikan perbandingan perlakuan jauh lebih kuat daripada sekedar pembekuan pembayaran utang bilateral yang resmi berjalan hingga Juni 2021.
Baca Juga
Pazarbasioglu mengatakan para pejabat IMF telah bertemu dengan pemberi pinjaman swasta untuk mencari cara untuk meningkatkan partisipasi dalam Inisiatif Penangguhan Layanan Utang (DSSI) G20.
“Ada potensi swasta ikut serta dalam DSSI, terutama untuk utang non-bonded,” ujarnya. Kreditor swasta mendorong pendekatan kasus per kasus.
"Pilihan yang dihadapi investor sehubungan dengan DSSI tidak dapat disederhanakan untuk berpartisipasi atau tidak berpartisipasi dalam penangguhan pembayaran hutang," kata Ashok Parameswaran, Presiden Emerging Markets Investors Alliance yang mewakili sekitar 2.000 manajer aset dalam sebuah surat kepada IMF bulan lalu.
Pertemuan luar biasa hari Jumat ini terjadi di tengah tanda-tanda pandemi telah memperburuk masalah bagi negara-negara termiskin. Sebanyak 50 persen di antara negara-negara tersebut sekarang berisiko mengalami kesulitan utang.
Kepala Ekonom Bank Dunia Carmen Reinhart telah memperingatkan bahwa pengurangan utang, bukan hanya penundaan, sangat diperlukan.
"Bahwa kegagalan G20 untuk bergerak ke arah ini dapat mengakibatkan pertumbuhan satu dekade yang hilang," ujar Reinhart. Dia mengatakan China sejauh ini enggan merangkul prospek pembatalan utang.
Satu sumber yang mengetahui negosiasi tentang kerangka kerja tersebut mengatakan China telah berusaha untuk 'mempermudah' beberapa pedoman yang diadopsi oleh Paris Club, termasuk definisi bank milik negara.
Upaya ini untuk melindungi China Development Bank dan China EXIM dari eksposur terhadap potensi restrukturisasi.
Presiden Bank Dunia David Malpass pernah mengeluh bahwa baik China maupun pemegang obligasi tidak memberikan keringanan utang yang cukup.
Meskipun, pada Oktober lalu, pemerintah China telah menegaskan bahwa pihaknya mendukung semua pihak untuk mengambil tindakan bersama lebih lanjut.
Beijing mengatakan bahwa bank multilateral global dan kreditor komersial telah gagal memberikan bantuan kepada orang miskin meskipun memiliki banyak utang.
"Apa pun yang menggerakkan kita ke arah China yang menerima prinsip gaya Paris-Club, saya pikir itu akan menjadi hal yang baik," kata Mark Sobel, mantan pejabat Departemen Keuangan AS yang sekarang berada di Forum Lembaga Keuangan dan Moneter Resmi.
"Saya berharap kerangka umum menjadi inkremental dan tidak revolusioner," tambahnya dikutip dari BNN Bloomberg.