Bisnis.com, JAKARTA - Belakangan terjadi perdebatan mengenai kehadiran vaksin Corona dalam waktu cepat yang dinilai janggal.
Kejanggalan itu muncul dibandingkan dengan belum adanya vaksin untuk penyakit SARS dan MERS. Kedua penyakit ini berumur lebih tua dan berasal dari keluarga virus yang sama dengan penyebab Covid-19.
Tirta Mandira Hudi atau akrab disebut Dokter Tirta sempat mempersoalkan hal tersebut melalui cuitannya.
“Logikanya meneliti vaksin virus dalam 8 bulan Itu terlalu susah. Kecuali dia sendiri yg ngebuat virusnya wkwkwkwwkwkw,” kata Tirta melalui akun Twitternya beberapa waktu lalu.
Atas pandangan di atas, Adam Prabata, dokter dari Universitas Indonesia mencoba menjawab hal tersebut.
Kandidat doktor dari Kobe University ini juga sempat mengadakan diskusi terbuka melalui paltform Instagram dengan Dokter Tirta mengenai vaksin Corona.
Adam menjelaskan melalui akun Instagram @adamprabata bahwa kandidat vaksin SARS sebenarnya sudah ada. Akan tetapi penelitian tidak dapat dilanjutkan karena wabah terkendali dengan baik pada 2003.
“Bagaimana mau menguji efektivitas vaksin bila penyakitnya saja sulit ditemukan,” kata Adam melaui unggahan di Instagram.
Demikian pula dengan MERS. Penelitian kandidat vaksin akhirnya dihentikan karena kasus relatif kecil, bahkan di kelompok orang yang memiliki risiko.
Oleh karena itu dia pun membantah konspirasi Covid-19. Berdasarkan hasil studi Andersen dan Boni pada tahun ini, ada tiga hal yang menjadi landasan bahwa SARS-COV-2 penyebab Covid-19 bukan buatan manusia.
Pertama, ada struktur SARS-COV-2 yang fungsinya belum diketahui. Kedua, materi genetik virus penyebab Covid-19 tidak berasal dari backbone virus yang diketahui. Terakhir, simulasi komputer menunjukan bahwa spike protein SARS-COV-2 tidak ideal.
“Mungkinkah virus yang sengaja dibuat oleh manusia memiliki karakteristik-karakteristik di atas?” kata Adam.
Sementara itu soal periode pembuatan yang tergolong singkat, jawabannya adalah karena teknologi pembuatan vaksin saat ini sudah lebih canggih. Selain itu, ada perubahan paradigma penelitian vaksin serta jumlah kasus dan populasi rentan sangat banyak.
Dahulu, masa penelitian vaksin pada umumnya memakan waktu 10-15 tahun. Sedangkan kini, masa penelitian vaksin Covid-19 ini diharapkan selesai dalam waktu 1- 1,5 tahun.
Adam juga menjelaskan bahwa pembuatan vaksin dalam tempo singkat bukan kali pertama.
Sebelumnya, antivirus H1N1 penyebab flu babi menjalani uji klinis pada Juni 2009. Sekitar 4 bulan setelahnya atau Oktober 2009, vaksin telah disetujui dan proses vaksinasi dilakukan di Amerika Serikat.
Adapun setelah berbincang dengan Adam, Dokter Tirta pun meminta maaf melalui akun Twitter. “Maaf kmren gaduh yeee 2 harian, ya tipis2 edukasi dengan gaya clickbait lah,” tulisnya.
Dia pun memberikan beberapa poin penting terkait pembicaraa dengan Adam mengenai vaksin Corona.
Salah satu poinnya dia menyebutkan harapan agar pemerintah mengedukasi dengan baik mengenai vaksin Corona.
Negara dalam hal ini juga sekaligus harus bertanggung jawab atas keamanan dan efektivitas vaksin sebelum mendistribusikan ke masyarakat.
Sementara itu, komunikasi publik mengenai vaksin telah menjadi perhatian Presiden Joko Widodo.
Dalam sebuah rapat terbatas, Presiden meminta jajarannya untuk merancang komunikasi publik dengan baik agar tidak terjadi disinformasi mengenai vaksin.
Seperti diketahui, pemerintah menargetkan untuk memulai vaksinasi pada November 2020. Sejauh ini ada beberapa kandidat vaksin berstatus uji klinis tahap 3 yang rencananya akan digunakan di Indonesia.
Sementara itu, ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Pandu Riono mengingatkan risiko vaksinasi pada November 2020.
Menurut Riono studi mengenai kemanjuran dan keamanan vaksin harus dipublikasikan dan ditelaah ahli internasional sebelum digunakan.
Senada, ahli epidemiologi dari Griffith University Dicky Budiman mengingatkan bahwa menunggu vaksin virus Corona yang aman sangat penting. Setiap negara, ujarnya, hanya memiliki satu kesempatan untuk meraih kepercayaan publik.
“Kegagalan untuk mematuhi standar keamanan dan ketelitian ilmiah riset vaksin [Corona] akan memicu ketidakpercayaan jangka panjang,” kata Dicky.