Bisnis.com, MOSKOW - Republik Belarus atau Belarusia sedang memasuki situasi yang bisa mencapai titik didih. Negara di Eropa Timur dengan ibu kota Minsk itu didera aksi unjuk rasa yang semakin nekad.
Ribuan orang yang menuntut pengunduran diri Presiden Alexander Lukashenko dikabarkan turun ke jalan di Minsk, Minggu (18/10/2020) waktu setempat.
Para pengunjuk rasa menjalankan aksinya meski ada ancaman penggunaan senjata oleh aparat keamanan negeri itu.
Belarus, bekas republik Soviet yang bersekutu dekat dengan Rusia, diguncang serentetan aksi protes.
Demonstrasi berlangsung sejak otoritas mengumumkan bahwa Lukashenko, yang memerintah secara otoriter sejak 1994, kembali unggul pada pemilu 9 Agustus, dengan perolehan suara 80 persen.
Kantor Berita Interfax menyebutkan jumlah demonstran di atas 30.000 orang.
Baca Juga
Sekitar 50 demonstran ditangkap polisi dan sinyal pita lebar seluler di sejumlah daerah di kota tersebut mengalami gangguan.
Disebutkan pula bahwa suara keras seperti granat kejut terdengar dekat dengan kerumunan massa.
Pejabat polisi senior pekan lalu mengatakan aparat kepolisian akan diizinkan menggunakan senjata api untuk menghadapi demonstran.
Pasukan keamanan menahan lebih dari 13.000 orang sejak pemilu, termasuk semua pemimpin oposisi yang signifikan, yang belum meninggalkan negara tersebut. Pihak keamanan juga menekan media independen.
Pemimpin oposisi Sviatlana Tsikhanouskaya, yang menyelamatkan diri ke Lithuania, pekan lalu mendesak Lukashenko agar mundur sampai 25 Oktober atau menghadapi apa yang menurutnya bakal menjadi aksi nasional yang melumpuhkan Belarus.