Bisnis.com, JAKARTA – Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization /WHO) akhirnya merestui uji klinis herbal untuk memerangi virus corona atau Covid-19.
Laporan terbaru menunjukkan, lisensi WHO akan memungkinkan uji coba fase I/II dari obat-obatan herbal tertentu di beberapa bagian dunia. Bahkan, setelah monitoring keamanan dan studi khasiat, peluncuran obat-obatan tersebut juga bisa dipercepat.
Dilansir dari Times of India , Selasa (22/9/2020), WHO tergerak untuk lebih serius menakar keunggulan dan tingkat keberhasilan yang terlihat dalam penggunaan bahan tradisional untuk memerangi wabah penyakit di masa lalu, seperti Ebola.
Sementara itu, terapi dan perawatan herbal tunduk kepada dukungan ilmiah, langkah terbaru ini membawa umat manusia selangkah lebih dekat untuk memerangi krisis Covid-19. Apa alasannya? Ada tiga alasan penguat opsi herbal perlu menjadi rujukan, antara lain:
- Obat-obatan herbal sudah digunakan untuk melawan epidemi di masa lalu
Pengobatan herbal dan pengobatan alternatif telah teruji pada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa penggunaan profilaksis dari beberapa terapi dapat mempercepat pemulihan bahkan menurunkan tingkat keparahan.
Ini bukan pertama kalinya ramuan tradisional diuji selama pandemi. Obat-obatan herbal juga banyak digunakan selama krisis flu Spanyol pada 1918 lalu.
Di Wuhan, China, yang menjadi pusat penyebaran Korona, para dokter terus bereksperimen dengan pengunaan obat tradisional China (TCM) untuk memerangi efek samping yang mengancam jiwa dari beberapa obat konvensional yang digunakan dalam pengobatan.
Obat-obatan China disetujui digunakan pada tahap awal untuk merawat pasien, termasuk penggunaan ramuan tradisional, seperti akar manis, jeruk pahit, dan banyak tumbuhan lainnya.
- Dipuji karena penggunaan profilaksisnya
Percobaan paling menarik saat ini yang sedang dilakukan oleh DAILAB IIT Delhi dan Institut Nasional Sains dan Teknologi Industri Lanjutan (AIST) Jepang.
Mengomentari susunan biokimia alami, para peneliti mengatakan bahwa sifat ashwagandha dapat digunakan untuk menargetkan enzim penyebab penyakit dan memecah protein, Mpro (Main protease), yang bertanggung jawab untuk replikasi dan penyebaran virus.
- Herbal dapat membantu pengembangan vaksin
Sifat anti-virus yang sama juga telah diamati pada ramuan lain, Propolis Selandia Baru, yang dapat membantu memblokir dan melemahkan struktur virus. Menariknya, perusahaan farmasi juga terjun ke lll eksperimen tersebut. Grup seperti Medicago yang berbasis di Kanada dan perusahaan medis lain yang berbasis di Australia juga sedang bekerja untuk mengembangkan vaksin nabati yang menggunakan bahan berbasis jamu yang kuat.
Sementara itu, Deputi II Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Rr. Maya Gustina Andarini mengatakan jika dengan jamu, di mana produk herbal tergolong ramuan empiris, yang artinya sudah turun-temurun digunakan sejak zaman nenek moyang. Jadi, tidak perlu uji empiris.
"Seperti temulawak, beras kencur, kunyit asam, itu kan semua ramuan-ramuan yang sudah ada sejak zaman nenek moyang kita dan klaimnya pun klaim empiris. Kita melihat itu dari beberapa pustaka. Itu untuk jamu tidak perlu uji empiris, sebab kita sudah tahu mengenai keamanannya," katanya.