Bisnis.com, JAKARTA - Uni Eropa menekankan permintaan pada China untuk membuka pasarnya lebih jauh bagi investor asing dan kesepakatan tersebut dapat dicapai tahun ini.
Menyusul konferensi video yang mempertemukan Kanselir Jerman Angela Merkel, Ketua KTT Uni Eropa Charles Michel, Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Presiden China Xi Jinping, para perwakilan blok ekonomi tersebut mengatakan bahwa bola berada di China untuk memenuhi kesepakatan terkait dengan investasi yang telah lama dibicarakan pada tahun ini.
Uni Eropa mengungkapkan Beijing harus mengikuti penawaran terbaru untuk mengejar kebijakan ekonomi yang lebih adil dengan mengeluarkan lebih banyak konsesi untuk mencapai kesepakatan investasi pada akhir tahun ini.
"China harus meyakinkan kami bahwa penting memiliki sebuah perjanjian investasi. Kami butuh China untuk bergerak," ujar von der Leyen, dikutip dari Bloomberg.
Dilansir oleh Xinhua, China dan Uni Eropa sepakat untuk mempercepat upaya mencapai kesepakatan pada akhir tahun ini.
Uni Eropa dan China telah memulai negosiasi sejak 2013 dalam pakta bilateral dimana isinya berencana untuk melonggarkan batasan bagi perusahaan Eropa.
Baca Juga
April tahun lalu, keduanya menentukan target bahwa perjanjian investasi ambisius ini harus bisa dicapai pada akhir 2020.
Merkel menilai perjanjian dagang antara Uni Eropa dan China mungkin terjadi tahun ini karena perjanjian ini telah mendapat dorongan politik.
"Ini tentang melindungi kepentingan strategis kita sendiri," kata Merkel.
"Dalam 15 tahun terakhir, China telah menjadi jauh lebih kuat secara ekonomi - itu berarti saatnya permintaan timbal balik, untuk lapangan permainan yang setara, tentu saja saat ini sangat dibenarkan."
Hubungan Uni Eropa dan China telah tegang tahun ini oleh dugaan disinformasi China tentang virus Corona, undang-undang keamanan nasional yang kontroversial untuk Hong Kong dan dengan meningkatkan upaya Eropa untuk melindungi produsen dalam negeri dari pesaing asing.
Namun, blok tersebut ingin menunjukkan manfaat ekonomi dari pendekatan kebijakan terhadap China yang tidak terlalu konfrontatif daripada yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump.