Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kisruh Pencabutan Red Notice Demi PK Buronan Djoko Tjandra, Siapa Dalangnya?

Buronan Djoko Soegiharto Tjandra berhasil mengelabui aparat negara dan bebas keluar-masuk Indonesia berkat bantuan dari oknum Polri.
Data Djoko Tjandra di interpol/interpol.go.id
Data Djoko Tjandra di interpol/interpol.go.id

Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mendadak membuat geger Polri lewat siaran pers yang dibuat bahwa ada beberapa oknum kepolisian yang turut serta membantu buronan Djoko Tjandra mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK).

Tidak tanggung-tanggung, Neta membeberkan nama, jabatan dan posisi oknum Polri tersebut hingga membuat Korps Bhayangkara yang kini dipimpin Jenderal Pol Idham Azis, melakukan investigasi lewat Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.

Munculnya siaran pers yang dibuat Neta S Pane tersebut, sejalan dengan pembeberan sejumlah fakta yang diposting melalui akun media sosial Twitter dengan nama akun @xdigeeembok.

Kemudian, didorong oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) agar Komisi III DPR turun gunung dan memanggil Kapolri, Jaksa Agung, dan Menteri Hukum dan HAM yang telah kecolongan dalam menangkap buronan Djoko Tjandra.

Setelah buronan Djoko atau Joko Tjandra berhasil menyambangi PN Jaksel untuk mengajukan upaya PK, barulah terungkap ternyata buronan kakap itu mendapatkan bantuan dari sejumlah pihak untuk masuk ke Indonesia.

Bantuan yang terungkap pertama kali datang dari oknum Brigjen Pol Setijono Utomo yang menjabat sebagai Korwas PPNS Bareskrim Polri. Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono, oknum Polri tersebut berinisiatif sendiri atau tanpa ada instruksi atasan telah menerbitkan surat jalan untuk Joko Soegiharto Tjandra.

Dalam surat bernomor SJ/82/VI/2020/Rokorwas dan ditandatangani Brigjen Pol Setijono Utomo itu, nama Djoko Tjandra tertera bukan sebagai buronan tetapi sebagai konsultan dan berencana berangkat ke Pontianak Kalimantan Barat dengan tujuan yang tertulis di dalam surat tersebut untuk konsultasi dan koordinasi menggunakan pesawat terbang pribadi pada 19 Juni 2020.

Hanya butuh waktu sehari, kemudian Kapolri Idham Azis langsung berencana mempidanakan Jenderal Bintang Satu tersebut serta mencopot jabatannya lewat Surat Telegram dengan nomor ST/1980/VII/ KEP/2020.

"Yang bersangkutan sudah dicopot dari jabatannya dan akan kami pidanakan," tutur Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo beberapa hari lalu.

 Polri Terbitkan Surat Bebas Covid-19 Djoko Tjandra

Berselang satu hari setelah ramai soal surat jalan buronan Djoko Tjandra, muncul surat bebas covid-19 atas nama Joko Soegiharto yang dikeluarkan oleh Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri dengan nomor surat: Sket Covid-19/1561/VI/ 2020/Satkes yang ditandatangani langsung oleh dr. Hambektanuhita.

Surat bebas covid-19 Djoko Tjandra itu diduga kuat diterbitkan bersamaan dengan surat jalan agar buronan Djoko Tjandra diperbolehkan naik pesawat karena harus menunjukkan surat bebas covid-19.

Namun, menurut Karopenmas Polri Brigjen Pol Awi Setyono bahwa sosok yang telah dilakukan tes itu bukanlah Djoko Tjandra, melainkan orang lain yang mengaku-ngaku sebagai Djoko Tjandra. Meskipun demikian, surat bebas covid tetap dikeluarkan oleh Bid Dokkes Polri.

Kini sejumlah anggota Polri dari Bid Dokkes Polri juga telah diperiksa Divisi Propam Polri terkait surat bebas covid-19 tersebut.

Red Notice Djoko Tjandra Mendadak Hilang?

Tidak sampai di situ, aksi buronan Djoko Tjandra masih berlanjut. Untuk bebas masuk ke Indonesia mendaftarkan PK dan menghindari alarm DPO, lalu kabur lagi, buronan tersebut harus hilang namanya terlebih dulu dari Red Notice Interpol.

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyatakan red notice tidak bisa dihapus otomatis kecuali jika DPO meninggal dunia, aparat penegak hukum berhasil menangkap buronan dan ada pihak yang secara sengaja mencabut red notice tersebut.

"Jadi red notice itu tidak ada yang mencabut-cabut. Selamanya tetap aktif, sampai buronan tertangkap," katanya.

Namun, hal berbeda disampaikan Irjen Pol Argo Yuwono, Kepala Divisi Humas Polri. Menurutnya, jika dalam waktu lima tahun, penegak hukum tidak mengajukan perpanjangan, maka nama seorang buronan akan terhapus secara otomatis di sistem Interpol. Dia mengacu pada aturan Interpol's Rules on the Processing of Data nomor 51 dan 68.

"Jadi ada di aturan atau artikel nomor 51 dan 68 ya. Data akan terhapus kalau tidak diperpanjang per lima tahun," ujarnya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono mengatakan bahwa Polri baru mengirim surat butuh atau tidaknya perpanjangan red notice Djoko Tjandra pada 19 April 2020 dan surat itu sudah dibalas oleh Jaksa yang berwenang pada 22 April 2020.

"Kami sudah membalas surat itu, tapi kok kenapa tidak diperpanjang," katanya.

Buntut dari penghapusan nama Djoko Tjandra dari red notice Interpol tersebut, sejumlah anggota Polri mendapatkan sanksi berupa pencopotan jabatan yaitu Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan Ses NCB Interpol Indonesia Hubinter Polri Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo.

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono berjanji bahwa pihaknya akan terus menelusuri pihak lain yang diduga terlibat membantu buronan kakap Djoko Tjandra. "Semua akan kita selidiki ya," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper