Bisnis.com, JAKARTA - Honda Motor Co. mengatakan serangan siber telah mengganggu jaringan internal dan membuat beberapa pabrik di seluruh dunia terhenti.
Juru bicara Honda Motor Hidenori Takeyasu mengatakan, produksi dihentikan di pabrik mobil di Ohio dan Turki, serta pabrik sepeda motor di India dan Amerika Selatan karena perusahaan sedang berupaya memperbaiki sistem. Namun, operasi di Jepang tidak terpengaruh dan pabrik Honda lainnya di AS telah kembali memproduksi.
Gangguan terjadi ketika produsen menutup beberapa kantor dan pabrik dan membiarkan staf bekerja dari rumah karena pandemi virus corona. Produsen mobil itu perlahan mulai meningkatkan produksi di seluruh dunia setelah negara-negara secara bertahap mulai membuka karantina.
Honda memulai kembali operasinya di AS pada 11 Mei 2020 dan telah merencanakan untuk membuka kembali pabrik di Inggris minggu ini.
Produksi di pabrik di Swindon, Inggris dimulai kembali Rabu, 10 Juni 2020, dua hari lebih lambat dari yang direncanakan.
Honda mengatakan tidak ada indikasi pelanggaran informasi dan dampaknya pada bisnis akan minimal. Seorang juru bicara untuk bisnis perusahaan Amerika Utara mengatakan tidak mengetahui adanya kehilangan informasi pribadi dan bahwa output telah kembali di sebagian besar pabrik di AS.
Baca Juga
"Honda saat ini sedang berusaha untuk kembali ke produksi pabrik mobil dan mesin di Ohio," kata juru bicara Chris Abbruzzese, dilansir Bloomberg, Rabu (10/6/2020).
Dua pabrik perakitan mobil Honda di Ohio memiliki kapasitas tahunan gabungan 680.000 kendaraan, lebih dari setengah total produksi otomotifnya di AS. Pabrik-pabrik itu membuat model seperti sedan Accord dan crossover CR-V.
Industri lain juga mengalami peningkatan serangan siber selama wabah. Singapore Technologies Engineering mengatakan unitnya, VT San Antonio Aerospace, baru-baru ini menemukan insiden keamanan dunia maya di mana sebuah kelompok mengakses jaringannya dan mengerahkan serangan ransomware.
Pekan lalu, pembuat kapal Fincantieri SpA juga mengkonfirmasi bahwa server di Norwegia terinfeksi virus komputer.
AS mencapai rekor volume serangan ransomware pada 2019. Setidaknya 966 lembaga pemerintah, sekolah dan penyedia layanan kesehatan diserang. Menurut perusahaan riset cyber Emsisoft, kerugian yang ditimbulkan mencapa lebih dari US$7,5 miliar.