Bisnis.com, JAKARTA – Kegiatan bisnis di Dubai rebound ke level tertinggi sejak pandemi virus Corona (Covid-19) yang membebani ekonomi salah satu kota bergengsi di Uni Emirat Arab ini. Kendati demikian, lesunya permintaan masih menghalangi pemulihan ekonomi di negara tersebut.
Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers' Index) Dubai yang dirilis IHS Markit naik menjadi 46 pada Mei 2020 dari 41,7 pada April.
Capaian pada Mei adalah yang tertinggi sejak Februari 2020. Meski melonjak, level indeks tetap di bawah 50 yang memisahkan kontraksi dari pertumbuhan.
Berkat relaksasi langkah-langkah lockdown, output dan pesanan baru menurun dengan laju yang lebih lambat, sementara tingkat pengangguran mengalami penurunan terkecil dalam tiga bulan.
“Data survei terbaru menunjukkan kondisi ekonomi masih jauh dari pemulihan pada Mei,” ujar Ekonom di IHS Markit David Owen dalam laporan yang dipublikasikan pada Selasa (9/6/2020).
“Aktivitas diperkirakan akan membaik pada tahun mendatang, tetapi masih harus dilihat berapa lama waktu yang diperlukan bagi ekonomi Dubai untuk pulih pasca Covid-19,” terangnya, dikutip melalui Bloomberg.
Baca Juga
Di antara tiga sektor yang dipantau, perjalanan dan pariwisata mencatat kontraksi paling tajam untuk bulan ketiga berturut-turut, sedangkan perusahaan konstruksi melaporkan penurunan paling tajam untuk pekerjaan baru yang masuk.
IHS Markit lebih lanjut memaparkan bahwa meskipun ekspektasi bisnis untuk 12 bulan ke depan beringsut lebih tinggi pada Mei, sentimen keseluruhan masih terlemah kedua dalam sejarah survei. Ini menjadi sinyal optimisme yang moderat atas pemulihan dalam output.
Berbeda dengan negara-negara di Timur Tengah, Uni Emirat Arab sejauh ini tidak melihat tanda-tanda kemungkinan munculnya kembali kasus infeksi Corona.
Tetap saja, meskipun semakin banyak perusahaan membuka kembali bisnisnya, mungkin dibutuhkan waktu lebih lama bagi Dubai untuk membalik kondisi ekonomi yang masih terdampak gangguan dalam perdagangan dan perjalanan.
Kota yang terkenal dengan gemerlap kehidupannya ini juga menghadapi kemungkinan ditinggalkan oleh banyak pekerja asing.
“Banyak perusahaan menggarisbawahi bahwa, meskipun sebagian pembatasan aktivitas ekonomi dicabut, permintaan konsumen yang lemah dan respons pasar yang lambat menghambat mereka untuk membuat kemajuan dalam menutupi kerugian,” imbuh Owen.