Penantian panjang Cut Yuni Herawati melaksanakan ibadah haji terancam kandas. Jadwal keberangkatannya tahun ini berpotensi ditunda setelah muncul pandemi Corona.
Belum pernah terbayang dibenaknya, niatan ibadah haji harus dihalangi oleh ancaman virus. Padahal, beberapa rencana sebelum keberangkatan sudah disusun rapi dalam kepala. Namun takdir berkata lain.
Yuni telah mendaftar haji bersama suaminya Fahri Binsari sejak 2011. Mereka tercatat sebagai calon jemaah haji embarkasi Aceh. Tahun ini adalah jadwal keluarganya berangkat menunaikan rukun Islam yang kelima.
Sebelum Covid-19 merebak, keluarga ini berniat pulang kampung ke Aceh. Selain untuk merayakan lebaran Idulfitri, mereka ingin pamitan dengan orang tua dan keluarga inti jelang keberangkatan haji.
Sejak awal tahun, persiapan haji perlahan dipenuhi. Mulai dari mengikuti manasik haji, menjalani pemeriksaan kesehatan hingga menerima pakaian ihram.
Keduanya sudah menjalani 10 kali manasik haji. Hanya dua pertemuan terakhir yang tidak dihadiri. Mereka juga telah disuntik vaksin miningitis bersama calon jemaah lain.
Baca Juga
Sadar situasi pandemi mulai meluas di awal tahun, Yuni dan Fahri berkonsultasi ke dokter. Hasilnya, dokter menyarankan agar mereka disuntik influenza. Tapi usaha itu berada diambang ketidakpastian.
“Kecewa pasti, tapi peristiwa ini bukan kita yang gerakkan. Itu kuasa Allah. Kalau rezeki sudah ada yang mengatur,” ceritanya kepada Bisnis akhir Mei 2020.
Hera hanya satu dari sedikitnya 221.000 calon jemaah asal Indonesia yang dijadwalkan berangkat tahun ini ke Arab Saudi. Nasib ratusan ribu orang tersebut berada di dalam ketidakpastian setelah pandemi Corona terus meluas.
PAGEBLUK COVID-19 MENGADANG
Aroma gangguan pelaksanaan haji sejatinya mulai tercium pada 27 Februari 2020 saat Arab Saudi menutup pintu masuk bagi calon jemaah umrah. Saat itu Corona masih belum terdeteksi di Indonesia. Namun Saudi terang-terangan menuliskan bahwa beberapa negara termasuk Indonesia ditolak masuk untuk sementara waktu.
Indonesia mengirimkan ratusan ribu jemaah umrah ke Saudi tiap tahunnya. Sebelum musim haji 1440 H atau 2019, jemaah Indonesia yang berangkat umrah mencapai 974.000 orang, kedua terbanyak setelah Pakistan dengan 1,67 juta jemaah.
Pengumuman itu keluar beberapa hari sebelum Indonesia mengonfirmasi kasus Covid-19 pertama pada 2 Maret. Semula, penutupan ini diprediksi oleh para pihak akan berakhir pada April 2020. Namun perkiraan itu salah.
Menteri Agama Fachrul Razi bahkan telah meminta kejelasan kepada Saudi terkait kepastian pelaksanaan haji sejak 4 Maret. Dalam beberapa kesempatan lainnya, berulangkali mantan Wakil Panglima TNI itu menyebut belum ada kepastian dari Raja Salman.
“Kita masih menunggu kejelasan terkait haji dari Arab Saudi,” katanya.
Menteri Agama Fachrul Razi berbicara dalam sebuah rapat di DPR/kemenag.go.id
Pada Maret, harapan pelaksanaan haji masih terbuka lebar dengan melihat kondisi Saudi masih minim kasus Corona. Perlahan asa itu menipis seiring makin beringasnya perluasan penularan. Pasalnya, jadwal pelaksanaan haji di Indonesia dimulai pada 26 Juni dan berakhir pada 4 September.
Terlebih, Saudi telah meminta negara lain menunda pembayaran seluruh persiapan haji seperti penginapan dan akomodasi.
Di sisi lain, negara itu sempat memberlakukan karantina wilayah ketat atau lockdown pada Maret - April. Raja Salman kemudian melonggarkan kebijakannya pada 29 April 2020.
Memasuki pertengahan Mei, Saudi kembali mengumumkan lockdown saat perayaan Idulfitri selama empat hari. Setelahnya, pelonggaran kembali diberlakukan.
TARIK ULUR KEPASTIAN
Dalam prosesnya, pemerintah berulangkali mengubah tenggat atau batas waktu kepada Saudi terkait kepastian ibadah haji. Deadline ini dimaksudkan agar panitia haji dapat menyesuaikan waktu persiapan dengan jawal keberangkatan jemaah.
Semula Kementerian Agama beraharap agar kepastian dari Raja Salman paling telat diumumkan pada 13 Mei atau 20 Ramadan. Saat rapat kerja dengan DPR RI, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa`adi menyebut batas waktu yang diberikan diperpanjang menjadi 20 Mei.
Tidak hanya sampai di situ, belakangan Menteri Agama pada 20 Mei kembali mengubah tenggat waktu yang ditetapkan sebelumnya.
Kata dia, putusan itu atas permintaan dan pertimbangan Presiden Joko Widodo, pemerintah memberi kesempatan terakhir pada Saudi untuk mengumumkan kepastian haji pada awal Juni 2020.
“Deadline akan sampai 1 - 2 Juni. Kami lihat di kalendernya tanggal berapa pastinya. Kami mundur jadi 1 juni sesuai petunjuk Presiden.” katanya 20 Mei lalu.
Belum dapat dipastikan apakah kepastian haji akan diumumkan dalam beberapa hari ke depan.
Kendati begitu, ketidakjelasan Saudi telah diantisipasi dengan menyiapkan dua skenario penting terkait haji.
Skenario pertama yaitu Saudi memutuskan untuk menyelenggarakan haji dengan pembatasan jumlah jemaah lantaran masih berisiko terjadi penularan.
Jemaah yang telah terdaftar tahun ini namun terkena pemangkasan maka tidak diperlukan pemeriksaan ulang pada tahun mendatang.
Petugas memakai masker wajah pelindung saat mereka membersihkan lantai di Masjidil Haram di kota suci Mekah, Arab Saudi, 3 Maret 2020/Reuters.
Selain itu, Kemenag akan menyusun protokol pemeriksaan dan penanganan kesehatan jemaah saat masuk asrama haji. Panitia haji juga menyusun regulasi pemeriksaan kesehatan bagi jemaah haji khusus apabila haji dilaksanakan.
Skenario kedua yaitu pemerintah Saudi memutuskan untuk tidak menyelenggarakan ibadah haji.
Pada skenario ini, jemaah yang tertunda hajinya, akan diberangkatkan tahun depan tanpa mengulang pemeriksaan kesehatan.
Selain itu, jemaah yang telah melunasi biaya haji akan diprioritaskan untuk berangkat tahun depan.
“Dua skenario di atas sampai kini kami masih menunggu kepastian pelaksanaan atau pembatasan haji 1441 H atau 2020 dari Arab Saudi,” jelas Wamenag.
Skenario ini memberikan sedikit harapan bagi Herawati dan suami. Keduanya kini hanya menunggu keputusan pemerintah untuk haji 2020. “Apapun itu sudah ada ketetapannya. Sekarang inipun sudah siap lahir batin apapun yang terjadi,” kata Yuni.
Kini, jemaah masih menunggu kepastian keberangkatan haji baik putusan Arab Saudi maupun ketegasan pemerintah Indonesia.