Bisnis.com, JAKARTA - Amerika Serikat kembali menegaskan kecaman terhadap rencana China untuk memberlakukan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong.
Kali ini kecaman itu berasal dari Menteri Luar Negeri Michael Pompeo. Dia menyebut rencana itu sebagai bencana dan mendesak Beijing untuk mempertimbangkan kembali.
“Keputusan untuk menerobos proses legislatif yang mapan di Hong Kong dan mengabaikan kehendak rakyat Hong Kong akan menjadi lonceng kematian bagi otonomi tingkat tinggi yang dijanjikan Beijing kepada Hong Kong di bawah Deklarasi Bersama China-Inggris," kata Pompeo.
Sedangkan bakal calon presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden mengatakan AS harus mendesak dunia untuk mengutuk tindakan China atas Hong Kong.
"Kita seharusnya tidak tinggal diam," katanya dilansir Bloomberg, Rabu (27/5/2020).
Komentar-komentar tersebut dikemukakan ketika Hong Kong bersiap untuk melancarkan serangkaian demonstrasi baru menuju akhir pekan setelah China mengumumkan rencana itu. Warga khawatir tentang masa depan prinsip satu negara, dua sistem, dimana pusat keuangan Asia itu diawasi oleh Beijing.
Baca Juga
Presiden Donald Trump sebelumnya memperingatkan bahwa AS akan menanggapi langkah yang direncanakan Beijing, di tengah meningkatnya ketegangan antara kedua kekuatan.
"Saya tidak tahu apa itu karena belum ada yang tahu. Jika itu terjadi, kami akan mengatasi masalah itu dengan sangat kuat," katanya kepada wartawan di Gedung Putih tentang kemungkinan tindakan China.
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengatakan pada Jumat pekan lalu (22/5/2020) bahwa pemerintah kota akan sepenuhnya bekerja sama dengan China untuk memberlakukan undang-undang itu.
Komentarnya cenderung membuat marah demonstran dan memicu protes yang muncul kembali dalam beberapa pekan terakhir setelah berbulan-bulan absen karena penanganan pandemi.
Para demonstran telah menyerukan unjuk rasa menentang undang-undang yang didukung Beijing, termasuk RUU yang akan mengkrimininalisasi mereka yang tidak menghormati lagu kebangsaan China.
Jimmy Sham, pendiri Front Hak Asasi Manusia Sipil yang mengorganisir beberapa protes prodemokrasi tahun lalu, berharap akan ada banyak pemilih ketika kelompoknya mengadakan demonstrasi berikutnya.