Bisnis.com, JAKARTA - Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc berkomitmen dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi di kisaran 4-5 persen seiring dengan upaya pemerintah untuk menggenjot investasi dari pebisnis yang ingin merelokasi parbriknya.
Phuc mengatakan tujuan terpenting dari komitmen itu adalah mempertahankan stabilitas ekonomi dan inflasi yang rendah untuk membantu masyarakat, pebisnis, dan investor. Pemerintahnya akan mengawasi pergerakan pasar domestik dan internasional sehingga dapat memastikan kebijakan moneter yang tepat untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan.
Meskipun pertumbuhan ekonomi diprediksi jauh lebih rendah daripada target sebelumnya yakni 6,8 persen dan turun dibandingkan capaian tahun lalu sebesar 7 persen, ekonomi Vietnam diharapkan mampu terakselerasi pada tahun ini.
Disrupsi rantai pasok global yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19 akan menekan negara yang bergantung penuh terhadap ekspor ini. Namun, Vietnam akan diuntungkan dari banjirnya relokasi pabrik yang ingin pindah dari China.
Saat ini, dia menyatakan Vietnam sudah bersiap untuk menerim limpahan investor asing yang ingin berinvestasi di proyek baru atau merelokasi pabriknya dari luar negeri ke negara ini.
Vietnam memberlakukan lockdown secara ketat, meskipun negara ini hanya mencatatkan kasus infeksi Covid-19 sebanyak 324 dan 0 kematian. Kementerian Kesehatan melaporkan sudah tidak ada kasus infeksi baru dalam 35 hari terakhir.
Baca Juga
“Kami akan mempertahankan posisi Vietnam sebagai negara teraman bagi investor asing dan turis. Kami melihat kesuksesan investor adalah kesuksesan kami,” tekannya, dilansir dari Bloomberg, Jumat (22/5/2020).
Vietnam pun sudah memposisikan dirinya dengan baik untuk menangkap keuntungan dari perang dagang antara Amerika Serikat dengan China. Perusahaan global misalnya Samsung Electronics Co., LG Electronics Inc., dan Intel Corp. bahkan telah mendirikan pabriknya di negara ini.
Jepang, investor terbesar kedua di Vietnam dengan nilai investasi US$848 juta, mengumumkan bahwa sudah mengalokasikan paket stimulus senilai US$2,2 miliar untuk mendorong perusahaan Jepang merelokasi pabriknya dari China pada bulan lalu.