Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tradisi Meugang Tetap Eksis di Tengah Pandemi Covid-19

Kebiasaan ini sudah ada sejak masa kesultanan Aceh beberapa abad lalu. Masyarakat Aceh nyaris tak pernah melewatkan tradisi ini. Terlebih meugang kerap diartikan sebagai hari suka cita menyambut datangnya hari besar.
Ilustrasi - Pedagang daging sapi segar melayani konsumen, di Pasar Modern, Serpong, Tangerang Selatan, Senin (2/6/2019)./Bisnis-Endang Muchtar
Ilustrasi - Pedagang daging sapi segar melayani konsumen, di Pasar Modern, Serpong, Tangerang Selatan, Senin (2/6/2019)./Bisnis-Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi Covid-19 tak menghalangi masyarakat Aceh menjalani tradisi meugang, agenda bersantap makanan berbahan daging jelang Ramadan.

Tradisi meugang atau makmeugang adalah kebiasaan masyarakat untuk menikmati olahan daging bersama keluarga. Meugang umumnya dilakukan menjelang Ramadan, Idulfitri dan Iduladha.

Kebiasaan ini sudah ada sejak masa kesultanan Aceh beberapa abad lalu. Masyarakat Aceh nyaris tak pernah melewatkan tradisi ini. Terlebih meugang kerap diartikan sebagai hari suka cita menyambut datangnya hari besar.

Tradisi ini dimulai sejak masa Kerajaan Aceh Darussalam ratusan tahun lalu. Kebiasaan tersebut bermula saat sultan memutuskan untuk membagi daging, uang, hingga kain bagi fakir miskin dan penyandang disabilitas.

Budayawan Aceh Tarmizi Abdul Hamid mengatakan, saat era Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636), tradisi ini makin menguat. Bahkan, masyarakat kurang mampu turut diberikan kepingan emas.

Meugang resmi dilaksanakan saat Sultan Iskandar Muda berkuasa ditandai dengan Qanun Meukuta Alam pada 1608 masehi tentang meugang,” katanya kepada Bisnis, Kamis (23/4/2020).

Pada masa itu, Sultan mempercayakan pembagian uang, daging, koin emas dan kain dilakukan melalui keuchik atau kepala desa.

Dalam bab 2 pasal 47 Qanun Meukuta Alam disebutkan, pemberian bekal pada hari meugang merupakan wujud kecintaan Sultan kepada rakyatnya.

Bagi sebagian masyarakat Aceh, meugang tidak sekadar bersantap bersama keluarga. Tradisi ini menjadi bentuk muruwah atau marwah bagi kaum pria untuk membawa daging segar dan diberikan ke istri. Untuk masyarakat kurang mampu sekalipun, tetap mengusahakan daging segar meski hanya seekor daging ayam.

Tidak hanya di kalangan keluarga, pengelola  perkantoran pun turut serta menyemarakkan tradisi ini.Pihak perkantoran menyisihkan anggarannya untuk membeli daging kepada karyawan.

Tarmizi menyebut meugang menjadi kesempatan bagi orang kaya bersedekah baik berbentuk uang maupun daging.

“Status masyarakat Aceh saat meugang sama. Baik si kaya dan si miskin,” tuturnya.

Seperti yang dilakukan Uswatun Hasanah. Beberapa hari jelang Ramadan, keluarganya sudah menyiapkan daging untuk diolah dan disantap bersama.

Meski di tengah pandemi Covid-19, tradisi meugang tetap terasa di Aceh. Pasar-pasar dadakan bermunculan menjajakan daging sapi, kerbau maupun ayam. Harga daging sapi sekitar Rp150.000 - Rp170.000 per kilogram bukan menjadi halangan.

"Rasanya kalau tidak ada daging di rumah saat meugang, kurang pas," katanya.

Tidak hanya untuk masyarakat muslim, meugang turut dirayakan oleh seluruh pmeluk agama di Aceh. Seperti Maria Elena. Kendati tidak berpuasa atau berlebaran, keluarganya tetap mengikuti tradisi ini.

“Keluarga masak rendang [saat meugang]. Biasanya saat Lebaran, kami juga masak lontong bersama keluarga,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rayful Mudassir
Editor : Nancy Junita

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper