Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gara-gara Covid-19, Lebanon Diguncang Unjuk Rasa

Puluhan demonstran pada Selasa (21/4/2020) berkonvoi dari dalam mobil dan memenuhi jalanan di Beirut sebagai sikap protes terhadap pemerintah atas kesulitan dan jerat kemiskinan yang dihadapi masyarakat akibat pandemi virus corona jenis Covid-19.
Personel unit kesehatan Islam memakai alat pelindung diri dan berdiri di sebelah ambulans saat bersiap membantu menangani wabah virus corona (Covid-19), pada tur media diselenggarakan oleh pejabat Hisbullah di pinggiran kota bagian selatan Beirut, Lebanon, Selasa (31/3/2020)./Antara/Reuters
Personel unit kesehatan Islam memakai alat pelindung diri dan berdiri di sebelah ambulans saat bersiap membantu menangani wabah virus corona (Covid-19), pada tur media diselenggarakan oleh pejabat Hisbullah di pinggiran kota bagian selatan Beirut, Lebanon, Selasa (31/3/2020)./Antara/Reuters

Bisnis.com, BEIRUT – Puluhan demonstran pada Selasa (21/4/2020) berkonvoi dari dalam mobil dan memenuhi jalanan di Beirut, ibu kota Lebanon, sebagai sikap protes terhadap pemerintah atas kesulitan dan jerat kemiskinan yang dihadapi masyarakat akibat pandemi virus corona jenis Covid-19.

Aksi itu digelar di saat anggota parlemen untuk pertama kalinya bertemu untuk memutuskan kebijakan karantina wilayah demi menekan penyebaran penyakit mematikan tersebut.

Warga berhamburan ke jalanan di wilayah lain di Lebanon. Para demonstran mengibarkan bendera dan mengucapkan "revolusi", dari dalam mobil. Demonstrasi dari dalam mobil merupakan upaya warga menjaga jarak di tengah wabah penyakit.

Para demonstran berkendara dari ibu kota di Beirut menuju gedung teater untuk menemui para anggota dewan. Pertemuan anggota dewan pindah dari gedung parlemen ke gedung teater demi memastikan masing-masing pihak dapat menjaga jarak.

"Orang-orang kehilangan pekerjaan...gaji dipotong. Kami turun ke jalan karena tidak ada yang berubah sejak kami pergi," kata Ali Haidar, demonstran yang mengenakan masker, saat ditemui di Beirut.

"Pemerintah memberi kami dua pilihan, antara kami mati kelaparan atau mati karena penyakit...Setidaknya biarkan kami mati dengan menunjukkan sikap," tuturnya.

Pandemi dinilai memperparah situasi di Lebanon yang telah terpuruk akibat krisis keuangan beberapa bulan sebelumnya. Warga setempat harus menghadapi jatuhnya nilai simpanan, melemahnya nilai tukar mata uang, kenaikan harga kebutuhan, serta pemecatan kerja.

Sebelum wabah, Bank Dunia sempat memprediksi 40 persen warga Lebanon akan hidup di garis kemiskinan pada akhir 2020. Proyeksi itu dinilai usang oleh menteri ekonomi Lebanon.

Masalah ekonomi di negara itu berakar pada korupsi dan pemborosan anggaran negara bertahun-tahun yang terungkap pada tahun lalu setelah rakyat mengetahui sedikitnya arus modal yang masuk. Di samping itu, krisis juga diperparah dengan aksi massa yang memprotes elite penguasa yang telah mendominasi Lebanon sejak perang saudara 1975 - 1990.

"Kami semua mewaspadai penyebaran virus dengan tetap berada dalam mobil," kata Nur Bassam, 30, seorang demonstran di Beirut. "Keadaan tidak kunjung membaik, kami harus bersuara, khususnya [mewakili] orang-orang di rumah yang tak dapat bekerja dan menyediakan makanan untuk keluarganya."

Sejak pertengahan Maret, warga Lebanon hanya dapat meninggalkan rumah untuk membeli makanan atau obat-obatan. Aturan itu diberlakukan pemerintah demi menekan penyebaran Covid-19 yang telah menginfeksi 677 orang dan menewaskan 21 orang di Lebanon.

Otoritas di Lebanon juga memberlakukan jam malam mulai pukul 20:00 sampai 05:00 waktu setempat. Pasukan keamanan dikerahkan untuk membantu pemerintah menegakkan aturan tersebut.

Di Tripoli, salah satu kota termiskin di Lebanon, pengunjuk rasa berkumpul setiap malam pada beberapa hari terakhir menyuarakan sikap frustasi dan masalah kelaparan.

Banyak pihak mengatakan mereka tidak dapat diam di rumah tanpa ada pekerjaan atau dukungan karena krisis ekonomi membuat mereka sulit bertahan.

"Ketika aturan pembatasan diumumkan, kita semua patuh," kata Michel Mahfouz saat unjuk rasa. "Namun, orang-orang di Tripoli yang lapar tidak dapat patuh karena aturan itu hanya khayalan di atas kertas," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara/Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper