Bisnis.com, JAKARTA - Mantan deputi perdana menteri di era Theresa May telah menjadi salah satu anggota Partai Konservatif pertama yang secara terbuka menyerukan perpanjangan periode transisi Brexit.
David Lidington, yang secara de facto adalah mantan perdana menteri nomor dua, mengatakan krisis virus corona (Covid-19) memberikan pemerintah sedikit ruang sehingga perpanjangan waktu dari 31 Desember menjadi opsi yang paling tepat.
Dilansir melalui Sky News, mantan anggota parlemen yang mengundurkan diri pada pemilu tahun lalu, memberikan indikasi bahwa pemerintahan Johnson tidak dapat mengatasi negosiasi kesepakatan dagang dengan Uni Eropa saa berurusan dengan pandemi.
"Covid-19 menyebabkan perpanjangan waktu tidak terhindarkan. Tidak ada ruang yang cukup saat ini untuk fokus ke Brexit di Whitehall, Komisi Eropa maupun kota besar lainnya," ujar Lington kepada surat kabar Belanda, NRC Handelsblad, Rabu (22/4/2020).
Meski demikian, pemerintahan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson sangat gigih mengatakan bahwa perpanjangan waktu tidak perlu, dan mereka hanya punya waktu hingga akhir Juni agar pengajuan itu dapat disetujui oleh kedua belah pihak.
Inggris dan Brussels telah memulai kembali perundingan secara virtual, mengingat krisis kesehatan masyarakat yang sedang berlangsung, dan keduanya secara terbuka bersikeras beberapa bentuk perjanjian perdagangan dapat diselesaikan pada akhir tahun.
Baca Juga
Jika tidak ada kesepakatan, Inggris akan berhenti mengikuti aturan Uni Eropa dan menggunakan kebijakan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk melakukan perdagangan dengan blok tersebut atau negara lain yang bermitra dengan Brussels.
Dilansir Bloomberg, hingga saat ini Boris Johnson masih dalam masa pemulihan setelah dinyatakan positif mengidap Covid-19.
Perannya untuk sementara digantikan oleh Menteri Luar Negeri Dominic Raab yang dihadapi dengan oposisi Pemimpin Partai Buruh Keir Starmer.